Guru Besar Hukum UB Malang: Jokowi Bangun Sistem Otoritarian, Dia Otoriter Betul
MALANG, iNews.id - Kritikan kepada pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dari kalangan akademisi terus berlanjut. Guru Besar Universitas Brawijaya (UB) Malang Prof Rachmad Safa'at menegaskan, keputusan itu tidak ada intervensi politik dan demi memperbaiki negara.
Guru Besar Fakultas Hukum ini menyoroti empat hal selama pemerintahan Jokowi. Pertama soal pengembangan sistem ekonomi dan politik oligarki yang kian kuat dalam lima tahun terakhir. Sistem politik ekonomi oligarki ini kian nampak ketika penguasa membangun elite, yang menguasai sumber daya alam.
"Sistem ini tampaknya pemerintah membangun elite, elite itu orang tertentu, di pengusaha dan pemerintah, untuk menguasai pengambilan keputusan di dewan, dan menguasai sumber daya alam. Sehingga yang lain nggak kebagian, elite oligarki ini tidak lebih dari 100 orang, mereka menguasai 60 persen kekayaan Indonesia, bahkan lebih sekitar 70-an. Selebihnya harus dibagi yang 30 persen itu dibagi ke rakyat Indonesia," kata Prof. Rachmad Safa'at, dikonfirmasi pada Kamis (8/2/2024)
Kemudian yang kedua soal korupsi yang kian subur di era Jokowi. Bahkan indeks korupsi Indonesia di mata dunia kian meningkat, dan beberapa negara di dunia disebut Rachmad menyatakan Indonesia sebagai salah satu negara yang terkorup. Padahal jika kekayaan alam itu dikelola dan dimanfaatkan untuk rakyat, kebutuhan rakyat bisa tercukupi.
"Kemudian yang ketiga ada persoalan di mana Jokowi membangun sistem otoritarian, dia otoriter betul. Dia menggerakkan Mahkamah Konstitusi (MK), DPR, dan tentara, serta polisi, untuk berada dalam cengkraman politik dia, sehingga anda lihat saja bagaimana calon presiden yang lain tiba-tiba dilarang oleh Polisi. Ini yang disebut dengan oligarki personal otoritarian," ucapnya.
Bagian ke empat soal etika politik yang tidak baik. Hal ini ditunjukkan dengan pencalonan anaknya Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden, serta mendorong MK untuk menyetujui, mencari dalil apapun, terpenting bisa jadi.
"Padahal itu kan bertentangan dengan konstitusi, yang kelima yang dilakukan Jokowi dia boleh berpihak menyatakan dirinya sendiri boleh berpihak, nggak boleh dia sebagai penyelenggara, masak ikut menendang bolanya," ucapnya.
Editor: Nani Suherni