Gembrot Sembukan, Kuliner Mustika Rasa Warisan Bung Karno yang Terlupa
BLITAR, iNews.id - Kudapan tradisional gembrot sembukan cukup familiar pada zaman dulu. Kudapan ini bahkan tercatat dalam Kitab Mustika Rasa warisan Presiden Soekarno.
Mustika Rasa merupakan buku masakan Indonesia yang berisi resep makanan dan minuman asli masyarakat nusantara dari Sabang hingga Merauke. Presiden Soekarno atau Bung Karno memerintahkan kementrian pertanian dan agraria menyusun Mustika Rasa sebagai manifestasi kedaulatan pangan dan prinsip berdiri di atas kaki sendiri (Berdikari) .
Kitab Mustika Rasa tidak hanya menghimpun 1.600-an resep makanan dan minuman, tapi juga mengusung misi meningkatkan rasa saling menghargai antar daerah sekaligus mempererat rasa persatuan antar suku nusantara.
Hingga tahun 90-an, kudapan gembrot sembukan masih familiar, khususnya bagi masyarakat Jawa. Biasanya gembrot sembukan dinikmati bersama nasi putih hangat. Kendati demikian tidak sedikit yang langsung memakannya tanpa pendamping nasi.
Seiring perkembangan zaman, kudapan gembrot sembukan semakin susah dicari, terutama saat ini. Selain kehilangan peminat karena tanaman sembukan (paederia foetida) kian langka, jumlah orang yang mampu membikin gembrot sembukan juga semakin sedikit.
Agar kudapan asli masyarakat Jawa ini tidak punah, resep dan cara pembuatan harus tetap terjaga. Berikut cara membuat kudapan gembrot sembukan warisan Kitab Mustika Rasa :
Bahan
Daun sembukan 10 ikat
Kelapa muda 1/2 butir
Tempe bosok 4 potong
Daun pisang 1 pelepah
Bumbu
Bawang putih 3 siung
Lombok merah 3 biji
Lombok rawit 7 biji
Laos atau lengkuas 1 potong
Ketumbar 1/2 sdt
Garam 1 sdt
Cara Membuat
Daun sembukan dicuci bersih, terus ditumbuk halus. Kemudian kelapa diparut. Bumbu-bumbu dihaluskan, lalu dicampur dengan parutan kelapa. Tempe bosok dihaluskan. Semua dicampur menjadi satu. Dibungkus dengan daun pisang, lalu dikukus.
Begitu usai dikukus, langsung berlanjut dibakar bolak-balik sampai merata. Begitu dirasa sudah kering, bisa diangkat. Kudapan gembrot sembukan siap dinikmati.
Editor: Ihya Ulumuddin