SURABAYA, iNews.id – Aspal jalan belum kering saat gerimis kembali mengguyur Jalan Jemursari II, Kota Surabaya, Kamis (25/4/2024) pagi. Di kejauhan, beberapa pengendara motor terlihat menepi, lalu masuk ke warung kopi bertuliskan Kedai Guci.
Tak berapa lama, deretan kursi di kedai milik Soliha (45) itu penuh terisi. Sambil menunggu hujan reda, para pengunjung menghangatkan tubuh dengan teh panas atau secangkir kopi.

Penyaluran Kredit BRI Tembus Rp1.308 Triliun, 83,25 Persen untuk UMKM
Pemilik Kedai Guci, Soliha, mengatakan, hari Kamis selalu menjadi hari keberuntungan baginya. Pendapatannya juga lebih besar dibanding hari lainnya. Sebab, Kedai Guci biasa menjadi tempat berkumpul para sales sebuah provider internet ternama di Surabaya.
“Hari Kamis biasanya mereka setor tagihan. Kebetulan kantornya tidak jauh dari sini. Nongkrongnya ya ke Guci,” kata Soliha kepada iNews.id, Kamis (25/4/2024) lalu.

UMKM Pembuatan Kue Kering Khas Lebaran Banjir Pesanan
Sudah empat tahun lalu warung kopi di depan SMP Negeri 13 Surabaya itu berdiri. Tepat saat pandemi Covid-19 melanda negeri ini. Kedai ini merupakan rintisan kedua setelah yang pertama tutup karena bangkrut.
“Alhamdulillah ramai. Dulu pernah buka di kawasan Rungkut. Tapi gagal,” katanya.
Soliha bercerita, dia sempat terpuruk saat pertama kali membuka usaha warung kopi. Perempuan asal Kediri itu bahkan nyaris putus asa setelah modal Rp50 juta dari hasil utang terkuras tak berbekas.
Soliha mengawali usaha warung kopi pada tahun 2018. Dia menyewa lahan di depan kampus Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Kota Surabaya. Lokasi itu dipilih karena diprediksi akan ramai sebab banyak mahasiswa.
Sayang, ladang rezeki itu tidak berkembang sesuai harapan. Lebih sering sepi, sehingga Soliha seringkali tombok karena ada dua karyawan yang harus digaji.
Karena terus merugi, Soliha dan suami memutuskan berhenti. Dia menutup usaha warung kopi dan tidak memperpanjang sewa lagi. “Hasilnya enggak nyucuk (rugi). Gak mungkin diteruskan lagi,” katanya.
Soliha mengaku kapok setelah gagal merintis usaha pertamanya itu. Dia akhirnya memilih menemani suami yang bekerja sebagai tukang kebun di SMP Negeri 13 Surabaya. Membantu membersihkan halaman sekolah serta merapikan tanaman.
Di sela-sela itu, dia juga menjual jajanan untuk anak-anak sekolah. Hasilnya lumayan, cukup untuk menambah uang belanja harian.
Sayang, kondisi itu tidak bertahan lama. Tahun 2020 Pandemi Covid-19 merontokkan semuanya. Suami harus berhenti bekerja karena sekolah diliburkan (diganti daring) hingga lebih dari setahun lamanya.
Begitu juga Soliha, tambahan rezeki dari jualan jajanan juga tidak ada lagi karena tidak ada pembeli. “Benar-benar bingung saat itu. Enggak tahu harus cari uang dari mana lagi,” tuturnya.
Meski begitu, Soliha berusaha tetap tegar. Dengan penuh kesabaran, dia mencoba bekerja apa saja untuk membantu mencari penghasilan.
Berbagai peluang dia ambil, dari jualan masker, hand sanitizer hingga membuat kue untuk dijual lewat media sosial. Soliha mencoba bersahabat dengan pandemi, sehingga sebisa mungkin ujian Covid-19 dijadikan peluang untuk mengais rezeki.
“Kalau hanya diam di rumah ya malah enggak karu-karuan. Memang untungnya sedikit. Tapi saya bersyukur karena masih bisa untuk makan,” ujarnya mengenang masa-masa sulit itu.
KUR BRI Bangkitkan Harapan
Di tengah kesulitan itulah pendar harapan kembali menyapa Soliha. Dia mendapat bantuan modal dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) lewat program Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Editor: Kastolani Marzuki













