get app
inews
Aa Text
Read Next : Konflik Pilkada di Puncak Jaya Papua Tengah: 12 Orang Tewas, 658 Luka-luka Kena Panah

Atasi Potensi Konflik Pilkada, Sekjen PDIP Hasto: Harus Kembali ke Nilai Pancasila

Senin, 21 September 2020 - 16:30:00 WIB
Atasi Potensi Konflik Pilkada, Sekjen PDIP Hasto: Harus Kembali ke Nilai Pancasila
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. (Foto: ist)

JAKARTA, iNews.id - Perubahan sistem demokrasi Indonesia yang didorong menjadi lebih liberal pascaamandemen UUD 1945 bisa menjadi potensi konflik pemilihan umum, termasuk dalam Pilkada serentak 2020. Salah satu upaya mencegah konflik itu yakni dengan mendorong kembali ke semangat dasar pendirian NKRI, termasuk nilai-nilai Pancasila.

Hal itu diungkapkan penerima beasiswa doktoral Universitas Pertahanan (Unhan) Indonesia, Hasto Kristiyanto dalam webinar Unhan dalam rangka puncak perayaan Hari Perdamaian Dunia, Senin (21/9/2020).

Dalam paparannya, Hasto mengutip buku karya Dennis W Jhonson, dkk berjudul Handbook of Political Management, yang salah satunya memotret Krisis Ekonomi 1997/1998 melahirkan skenario politik global melalui proses liberalisasi politik global. Di Indonesia sendiri saat itu kedaulatan politik ekonomi Indonesia dikontrol melalui Letter of Intent (LOI) dengan International Monetary Fund (IMF) saat itu. 

Maka di Indonesia, terjadi global reproduction of American Politic, melalui liberalisasi politik dan ekonomi pasca krisis moneter tahun 1997. Proses ini berlanjut hingga ke perubahan UUD 1945 yang merubah sistem ketatanegaraan Indonesia, termasuk sistem politiknya. 

Jika di sistem sebelumnya Indonesia memiliki Haluan Negara yang dibentuk berdasarkan aspirasi seluruh perwakilan rakyat, melalui DPR, Utusan Daerah, hingga Utusan Golongan di MPR, di sistem baru itu digantikan dalam praktek demokrasi liberal tersebut.

Masalahnya, demokrasi langsung ala Amerika itu ternyata memiliki sisi negatif. Yakni kapitalisasi kekuasaan politik dimana pemilik modal/pebisnis bisa mempengaruhi karena nature demokrasi langsung memang mahal sehingga memberi peluang lebih besar bagi orang atau kelompok kaya, dan lahirlah interest group. Lalu terjadi konvergensi antara politik-hukum-pemilik kapital-media. Terjadi juga penguatan primordialisme, hingga konflik Pancasila dengan ideologi transnasional.

"Kini orang berpikir untuk memilih pemimpin, harus sama sukunya, harus sama agamanya, sama keluarga besarnya. Tidak lagi dilihat bagaimana kompetensi menyelesaikan masalah rakyat di dalam membawa tanggung jawab masa depan, di dalam membawa sesuatu yang hadir dalam bentuk kebijakan," katanya.

Menurut Hasto, memang ada berbagai regulasi yang dikeluarkan untuk mencegah konflik atau menghukum pelanggar aturan. Namun, hingga saat ini, potensi konflik dalam ajang pemilu tetap hadir dalam wujud berbagai hal.

Yakni munculnya analogi bahwa pemilu sebagai sebuah perang atau perang badar. Apalagi sampai membawa agama di dalam Pilkada sebagai dalil semangat bagi para pendukung. 

"Padahal agama itu untuk menebar kebaikan, agama itu menjadi kekuatan moral dan etis yang sangat penting bagi setiap warga bangsa. Nilai spiritualitas yang membebaskan," ujar Sekjen DPP PDI Perjuangan itu.

Selanjutnya adalah kecenderungan mendahulukan elektoral, di mana semangatnya adalah memenangkan pemilu menghalalkan cara apa pun. Partai politik hanya dianggap mesin pemenangan, bukan sebuah kesempatan mewujudkan Pancasila untuk masyarakat.

Editor: Kastolani Marzuki

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut