Asal-usul Jaran Kepang, Ritual Tolak Bala Kini Dikenal Tarian Kuda Lumping
PONOROGO, iNews.id - Asal-usul jaran kepang, kesenian yang dianggap mistis oleh masyarakat. Kesurupan merupakan yang sering terjadi selama kesenian ini berlangsung.
Jaran kepang atau orang biasa menyebut kuda lumping merupakan kesenian rakyat yang banyak ditemui di Pulau Jawa. Kesenian ini berasal dari Ponorogo, Jawa Timur, banyak orang menganggap tarian ini kental akan unsur mistis.
Saat tarian berlangsung, terdapat sesajen dan banyak orang kesurupan, penari maupun penonton.
Dikutip dari buku Keragaman Suku Bangsa di Daerahku karya Dwi Fatmawati Siregar dan Dr. Hidayat (2021:48) menjelaskan, kata jaran kepang berasal dari bahasa Jawa. Jaranan artinya kuda-kudaan dan kepang artinya bambu yang dianyam.
Jaran kepang juga dapat diartikan sebagai tarian yang menggambarkan kekuatan prajurit berkuda. Pada awalnya, jaran kepang ditarikkan oleh laki-laki. Namun, pada perkembangannya, seni tari jaran kepang justru ditarikan oleh perempuan.
Pada awalnya asal-usul jaran kepang bukan tarian atau seni pertunjukkan, jaran kepang merupakan bagian dari ritual menolak bala, mengatasi berbagai musibah, meminta kesuburan pada lahan pertanian, mengharap keberhasilan panen serta supaya masyarakat aman dan tenteram.
Masyarakat zaman dulu percaya, kerusakan lingkungan, wabah penyakit, bencana alam dan sebagainya diakibatkan oleh kekuatan roh nenek moyang. Namun, seiring perkembangan zaman, semua masalah kehidupan yang dihubungkan dengan roh nenek moyang dirangkai menjadi cerita yang berkembang sebagai mitos yang diyakini masyarakat.
Saat ini belum ditemukan data tertulis maupun prasasti yang menjelaskan tentang jaran kepang. Namun, terdapat relief di Candi Jawi, Pasuruan yang memperlihatkan seorang perempuan yang sedang bertapa dan pasukan berkuda yang diduga Dewi Kilisuci.
Jika cerita dalam lisan yang beredar itu benar, kemungkinan jaran kepang sebagai tari kerakyatan kuno embrionya sudah ada pada abad ke-12 dan mulai kental pada abad ke-13 dan ke-14.
Dalam buku Hystori of Java (1817) yang dibuat oleh Thomas Stamford Raffles juga pernah menyinggung soal pertunjukan di Jawa menggunakan imitasi kuda.
Kesurupan merupakan hal yang sering terjadi saat pergelaran tarian jaran kepang berlangsung. Tidak hanya penari, para penonton yang menyaksikan pun bisa saja kesurupan.
Menurut Soenarto Timoer dalam bukunya: “Reog di Jawa Timur” pada saat kesurupan, penari jaran kepang bukan menggambarkan prajurit yang menunggang kuda, tetapi menjadi kuda itu sendiri.
Sehingga, segala ciri-ciri yang ada pada seekor kuda dicoba untuk diungkapkan serealistis mungkin, tingkah lakunya menyepak singkur, lari, nyirig, sampai-sampai harus makan rumput dan dedak yang dilakukan oleh penari dalam kondisi tidak sadar.
Kesurupan ditandai dengan formasi tarian penunggang kuda yang pada awalnya lembut lalu berubah menjadi semakin liar mengikuti irama musik pengiring. Perubahan tersebut biasanya dimulai dengan suara pecut yang meledak-meledak di udara.
Saat itu penari tidak lagi menari secara berkelompok melainkan menari masing-masing dengan liar sesuai kehendak hatinya dan diiringi tabuhan gending yang memberi suasana magis.
Itulah asal-usul jaran kepang. Berhati-hatilah jika ingin menyaksikan tarian jaran kepang ini.
Editor: Kurnia Illahi