5 Prasasti Peninggalan Kerajaan yang Ditemukan di Jawa Timur
SURABAYA, iNews.id - Provinsi Jawa Timur (Jatim) menjadi salah satu wilayah di Nusantara yang pernah dihuni kerajaan-kerajaan besar dan berjaya di masanya. Bukti keberadaan kerajaan tersebut bisa dilihat dari prasasti-prasasti yang tersisa hingga saat ini.
Berikut lima peninggalan kerajaan yang ditemukan di Jatim.
1. Prasasati Dinoyo Kerajaan Kanjuruhan
Kerajaan Kanjuruhan mungkin tak sementereng Majapahit atau Singosari bagi masyarakat awam di Jawa Timur. Namun, jauh sebelum kerajaan-kerajaan tersebut berjaya ada kerajaan tertua di Jawa Timur yang sudah lebih dulu berdiri.
Menurut catatan sejarah, Kerajaan Kanjuruhan yang berada di Malang usianya sama dengan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Kerajaan ini terletak di aliran Kali Metro yang letaknya berada di lereng Gunung Kawi sisi timur.

Bukti keberadaan adanya Kerajaan Kanjuruhan ditemukan pada prasasti Dinoyo tahun 682 Saka atau 760 Masehi. Prasasti Dinoyo merupakan bagian dari peninggalan Kerajaan Kanjuruhan yang diidentifikasi berdiri pada abad 6 dan 7 Masehi.
Prasasti ini ditemukan tak jauh dari aliran Sungai Metro, sementara salah satu bangunan peninggalan Candi Badut juga lokasi ditemukan tak jauh dari lokasi tersebut.
Sebagai dikutip dari berbagai sumber, pada prasasti tersebut disebutkan ada raja bernama Raja Dewasimha, kemudian setelah meninggal digantikan sang raja yang bernama Sang Liswa. Liswa inilah yang akhirnya mendapat gelar Gajayana.
2. Candi Badut
Selain Prasasti Dinoyo, peninggalan bersejarah Kerajan Kanjuruhan yakni Candi Badut. Candi ini dibangun paa masa kepemimpinan Gajayan.
Kekuasaan kerajaan meliputi lereng timur dan barat Gunung Kawi, bahkan sisi barat kekuasaannya mencapai ke area Pegunungan Tengger Semeru. Kemudian ke sisi utara bahkan hingga mencapai pesisir Laut Jawa. Sementara di wilayah selatan kekuasannya mencapai pantai selatan Pulau Jawa.

Usai masa kepemimpinan Raja Gajayana yang meninggal, Kerajaan Kanjuruhan kemudian dipimpin oleh Pangeran Jananiya.
Pangeran Jananiya sendiri merupakan menantu dari Raja Gajayana, ia menikah dengan satu-satunya anak dari Raja Gajayana bernama Uttejana. Sepasang suami istri ini memimpin kerajaan dengan penuh bijaksana.
Namun kemunduran Kerajaan Kanjuruhan muncul setelah sekitar tahun 847 Masehi saat Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah mengembangkan kekuasaannya. Perluasan kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno berada di bawah perintah Sri Maharaja Rakai Pikatan Dyah Saladu.
Kerajaan Mataram Kuno kemudian kian meluaskan kekuasaannya hingga Jawa Timur, termasuk di wilayah yang dulunya menjadi kekuasaan Kerajaan Kanjuruhan hilang hingga akhirnya dikuasai Kerajaan Mataram Kuno. Dari sanalah akhirnya Kerajaan Kanjuruhan hanya menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno.
Pegiat Sejarah Museum Reenactor Eko Irawan mengakui bila nama Kerajaan Kanjuruhan dari catatan sejarah di Jawa Timur masih menjadi salah satu kerajaan tertua yang teridentifikasi hingga kini.
Jadi Kanjuruhan ini kerajaan tertua di Jawa Timur, seumuran dengan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat yang berdiri abad 7-8 masehi," kata Eko saat dikonfirmasi, beberapa waktu lalu.
Dari sana nama Kerajaan Kanjuruhan dengan Raja Gajayana ini menjadi sebuah inspirasi dan diabadikan untuk dua nama stadion kebanggaan di Malang Raya. Stadion Gajayana yang menjadi stadion tertua di Indonesia, dinamakan dengan mengambil nama Raja Gajayana.
Sedangkan Stadion Kanjuruhan yang berada di Kepanjen, Kabupaten Malang dipilih sebagai kemasyhuran nama Kanjuruhan menjadi kerajaan tertua di Jawa Timur.
"Nama Gajayana untuk Malang kan raja Gajayana dan situs Kanjuruhan tertua di Jawa Timur, peradaban Malang sudah sejak ada 760 masehi. Sudah peradaban maju sejak dahulu, mungkin itu kebanggaan juga. Sama halnya dengan nama Stadion Kanjuruhan juga diambilkan dari nama kerajaan Kanjuruhan, yang jadi tertua di Jawa Timur," paparnya.
Kini meski Kerajaan Kanjuruhan telah musnah, namun jejak-jejak sejarah kejayaan Kerajaan Kanjuruhan ini masih dapat ditemui di Malang raya. Terbesar tentu Candi Badut yang terletak di daerah Karangwidoro, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang.
3. Candi Singasari
Berdasarkan catatan Wikipedia, Candi Singasari merupakan candi Hindu-Buddha peninggalan bersejarah dari Kerajaan Singasari. Candi ini berlokasi di Kelurahan Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Indonesia, sekitar 10 km dari Kota Malang.
Candi ini merupakan tempat pendharmaan bagi raja Singhasari terakhir, Kertanegara, yang meninggal pada tahun 1292. Candi ini berada pada lembah di antara Pegunungan Tengger dan Gunung Arjuno pada ketinggian 512m di atas permukaan laut.
Cara pembuatan Candi Singasari ini menggunakan sistem menumpuk batu andesit hingga ketinggian tertentu selanjutnya diteruskan dengan mengukir dari atas baru turun ke bawah.

Candi Singasari ditemukan oleh Nicolaus Engelhard, warga berkebangsaan Belanda yang menjabat Gubernur Pantai Timur Laut Jawa sejak 1801-1803.
Sebagai Gubernur Pantai Timur Laut Jawa yang berkedudukan di Semarang, Engelhard bertemu dengan pimpinan keraton Surakarta dan Yogyakarta sekaligus mengunjungi Candi Prambanan, Candi Kalasan, dan Candi Sari pada 1802.
Dia lalu melakukan darat ke daerah Malang, Jawa Timur. Di sana dia menemukan reruntuhan bangunan yang dikenal sebagai Candi Singasari.
4. Candi Brahu
Candi Brahu terletak di Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Berdasarkan catatan Perpustakaan nasional (Perpusnas), Candi Brahu lebih tua dibandingkan candi lain yang ada di sekitar Trowulan.
Nama Brahu dihubungkan diperkirakan berasal dari kata 'Wanaru' atau 'Warahu', yaitu nama sebuah bangunan suci yang disebutkan di dalam prasasti tembaga 'Alasantan' yang ditemukan kira-kira 45 meter disebelah barat Candi Brahu.

Prasasti ini dibuat pada tahun 861 Saka atau, tepatnya, 9 September 939 M atas perintah Raja Mpu Sindok dari Kahuripan. Menurut masyarakat di sekitarnya, candi ini dahulu berfungsi sebagai tempat pembakaran jenasah raja-raja Brawijaya.
Akan tetapi, hasil penelitian yang dilakukan terhadap candi tersebut tidak menunjukkan adanya bekas-bekas abu atau mayat, karena bilik candi sekarang sudah kosong.
Di sekitar kompleks candi pernah ditemukan benda-benda kuno lain, seperti alat upacara dari logam, perhiasan dan benda-benda lain dari emas, serta arca-arca logam yang kesemuanya menunjukkan ciri-ciri ajaran Buddha. Diperkirakan candi ini didirikan pada abad 15 M.
5. Situs Srigading
Situs Srigading merupakan bangunan candi peninggalan Mpu Sindok era Mataram Kuno. Situs ini ditemukan di Desa Srigading, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.
Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno ini memiliki bentuk yang unik dan berbeda candi pada umumnya. Hal ini terlihat dari penuturan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur, dari tiga kali ekskavasi atau penggalian yang dilakukan BPCB Jatim sejak awal Februari 2022.

Di bagian tengah candi Situs Srigading terdapat sebuah bangunan yang disebut sumuran. Secara umum bangunan sumuran candi ini biasanya berbentuk segi empat, yang menggambarkan konsep hubungan dunia nyata saat ini dengan dunia bawah atau dunia kematian.
Sedangkan bagian atap terdapat lubang, menjulang, menghubungkan antara dunia manusia dengan dunia khayangan. Uniknya sumuran pada candi tersebut berbentuk huruf L. Padahal biasanya berbentuk segi empat.
Di dalam sumuran ini terdapat beberapa temuan benda-benda artefak yang difungsikan sebagai persembahan-persembahan yang biasanya disertakan ketika upacara pendirian candi dilakukan.
Selain temuan tembaga atau perunggu dan besi, ada juga temuan tiga tempat dan alat pertanian yang ada di setiap sudut dari sumuran itu. Informasi yang dihimpun alat-alat tersebut sengaja dikubur sebagai bekal menuju kahyangan. Diketahui, pada saat masa prasejarah ketika orang meninggal alat-alat pusakanya ikut ditanam. Tujuannya untuk mengantarkan ke dunia kayangan.
Editor: Ihya Ulumuddin