MALANG, iNews.id - Perang Bubat menjadi salah satu penyebab meredupnya kejayaan Kerajaan Majapahit. Peristiwa ini dipicu rencana pernikahan Dyah Pitaloka Citraresmi, putri Maharaja Sunda Linggabuana Wisesa dengan Raja Majapahit Hayam Wuruk.
Sejak masa pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi, Majapahit menggaungkan cita-cita penyatuan nusantara. Politik ini dicetuskan Mahapatih Gajah Mada melalui Sumpah Palapa yang terkenal hingga kini.
Namun, pada masa Hayam Wuruk berkuasa, hubungan politik Majapahit dengan Kerajaan Sunda menghadapi ujian. Sunda saat itu masih berdiri sebagai kerajaan merdeka yang belum ditaklukkan Majapahit.
Menurut Carita Parahyangan, Maharaja Linggabuana Wisesa memiliki putri bernama Dyah Pitaloka Citraresmi. Demi mempererat hubungan politik dan kekerabatan, dia merestui pernikahan putrinya dengan Raja Hayam Wuruk.
Raja Sunda bahkan bersedia menikahkan putrinya di Majapahit. Patih Amangkubhumi Hyang Bunisora Suradipati juga menyarankan agar pernikahan mengikuti tradisi Majapahit, sesuai permintaan pihak kerajaan saat meminang Dyah Pitaloka.
Namun rencana suci itu berubah menjadi malapetaka. Menurut sejumlah catatan, Gajah Mada memiliki maksud lain. Dia ingin menjadikan Dyah Pitaloka sebagai simbol takluknya Sunda, bukan sekadar pengantin bagi Raja Hayam Wuruk.
Perbedaan pandangan ini memicu benturan kepentingan politik antara Linggabuana Wisesa dan Gajah Mada. Puncaknya adalah pecahnya pertempuran di pesanggrahan Bubat, yang kini dikenal sebagai Perang Bubat.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait