Penderita ODGJ di Puskesmas Gitik mendapat pembinaan dan pelatihan keterampilan. (Foto: iNews.id/AM Ikhbal).

BANYUWANGI, iNews.id - Tatapannya kosong. Bola matanya bergerak kecil ke kanan dan ke kiri, tampak linglung. Sesekali pria kurus tertunduk sambil memainkan jari-jemari.

Adalah Fathur (18), warga Desa Gitik, Kecamatan Regojampi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur (Jatim), kini sedang dalam penanganan medis petugas puskemas. Sudah dua tahun dia berada dalam pengawasan obat dan kini ikut pemberdayaan Teropong Jiwa.

"Senang, saya bisa bikin piring (anyaman) di sini," kata Fathur, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang mendapat pemberdayaan Teropong Jiwa di Puskesmas Gitik, Kecamatan Regojampi, Kabupaten Banyuwangi, Jatim, Kamis (2/10/2019).

Teropong Jiwa merupakan salah satu program andalan Puskesmas Gitik. Unit layanan masyarakat di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi ini memang fokus menangani pasien ODGJ.

Selain penanganan medis, mereka juga fokus pada pemberdayaan para pasien tersebut. Tujuannya supaya penderita gangguan jiwa tidak kambuh lagi. Pikiran mereka harus dialihkan, agar gangguan mentalnya dapat diredam.

Fathur mengaku, apa yang dia alami belakangan ini seperti sedang diikuti mahluk halus. Perilakunya juga dipicu bisikan-bisikan gaib yang akhirnya membuat dia lepas kendali, meski tidak sampai melakukan tindakan anarkistis.

"Ini seperti ada yang 'ikut' sama saya," kata Fathur.

Kondisi yang dialami Fathur, secara tinjauan medis disebut Skizofrenia. Gejala gangguan jiwa yang ditandai dengan pemikiran yang tidak nyata. Ucapan dan perilakunya tidak teratur, dan penurunan partisipasi dalam aktivitas sehari-hari.

Petugas Puskesmas Gitik, Laila mengatakan, apa yang dituturkan Fathur merupakan hal yang tampak dari dirinya, sedangkan yang dilihat tim puskesmas, dia kerap berjalan mondar-mandir dan berucap melantur di pinggir jalan.

"Itu pengakuan versi dia. Kita juga tidak mau mendalami, karena yang paling penting itu membuat dia mengalihkan pikiran-pikiran tersebut," kata Laila.

Menurur Laila, saat ini ada 10 orang ODGJ yang masih dalam pembinaan puskesmas. Namun lima di antaranya sudah sedikit stabil. Mereka lah yang nanti akan disiapkan untuk bekerja.

Tugas puskesmas, kata dia, melatih mereka dengan keterampilan sesuai bidang dan kemauan mereka. Misal yang hobi buat kesenian kerja sebagai pengrajin. Lalu ada yang jadi pembuat kue, hingga tukang parkir dan kuli bangunan.

"Ada yang sudah kami lepas. Nanti mereka pengawasannya oleh pengusaha asuh. Tapi banyak yang masih dalam pembinaan,' ujar dia.

Kepala Puskesmas Gitik, Didi Rusdiono mengatakan, pembinaan ODGJ hingga dipekerjakan tujuannya untuk membuat mereka tidak kambuh lagi. Sebab, bila hanya mengonsumsi obat, masalah-masalah di keluarga atau lingkungannya, bisa membuat depresi muncul.

"Karena dulu-dulu sering seperti itu. Namun sejak diberdayakan, mereka jadi fokus ke hal lain," ujarnya.

Dia mengatakan, cara puskesmas mendeteksi pasien penderita OGDJ yakni dengan memberdayakan kader di tiap-tiap desa. Mereka itu para aparat desa, babinkamtibmas polisi, pengusaha UMKM yang sudah punya kerja sama dengan puskesmas hingga warga tingkat RT/RW.

"Setelah mendapat laporan, kami langsung turun tangan ke lokasi untuk menjemput pasien," kata Didik.

Proses penanganan puskesmas, kata dia, mula-mula dengan pengobatan hingga mereka mulai stabil. Setelah itu, setiap harinya pasien harus mendatangi puskesmas untuk terapi dan pemberdayaan dibimbing oleh petugas.

Petugas nanti melihat kecenderungan para pasien untuk dipekerjakan. Jangan sampai salah menempatkan pasion mereka, supaya ke depannya tidak muncul masalah baru.

"Program ini sudah berjalan sejak 2017," katanya.


Editor : Andi Mohammad Ikhbal

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network