Benteng Van Den Bosch
Tempat bersejarah di Jawa Timur yang tidak bisa dilupakan yakni Benteng Van den Bosch. Benteng ini lebih dikenal sebagai Benteng Pendem, sebab, bangunannya lebih rendah dari tanah sekitar yang dikelilingi oleh tanah tinggai. Itu sebabnya, bangunan ini tampak seperti terpendam. Orang-orang pun menyebutnya sebagai benteng pendem.
Bentang ini terletak di Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi. Benteng ini memiliki ukuran bangunan 165 m x 80 m dengan luas tanah 15 Ha. Letak benteng ini sangat strategis karena berada di sudut pertemuan sungai Bengawan Solo dan Sungai Madiun.
Berdasarkan catatan Wikipedia, benteng ini menjadi pusat pertanan Belanda di wilayah Madiun dan sekitarnya dalam perang Diponegoro (1825-1830). Saat itu, Ngawi menjadi salah satu pusat perdagangan dan pelayaran di Jawa Timur.
Untuk mempertahankan kedudukan dan fungsi strategis Ngawi serta menguasai jalur perdagangan, Pemerintah Hindia Belanda membangun sebuah benteng yang selesai pada tahun 1845 yaitu Benteng Van Den Bosch. Benteng ini dihuni tentara Belanda 250 orang bersenjatakan bedil, 6 meriam api dan 60 orang kavaleri dipimpin oleh Johannes van den Bosch.
De Javasche Bank
Tempat bersejarah di Jawa Timur ini bisa memberi gambaran betapa majunya perekonomian Indonesia di masa Konolian Belanda. Berdasarkan catatan narasi sejarah, De Javasche Bank yang didirikan pada tahun 1828, merupakan bank Belanda yang berhasil berkembang dan merupakan cikal bakal bank sentral Indonesia di kemudian hari.
Bank Belanda lainnya seperti Nederlandsch Indische Escompto Maatschapij, Maatschapij, Nederlandsch Indische Handelsbank, dan Nederlandsche Handel Maatschapij mulai beroperasi berturut-turut pada tahun 1857, 1864, dan 1883. De Javasche Bank oleh pemerintah Hindia Belanda diberi hak untuk melakukan monopoli dalam mengeluarkan uang yang semula pengedarannya ditangani atau diatasi oleh pihak pemerintah Belanda sendiri. Sejak itu bank tersebut terkenal sebagai bank sirkulasi atau bank of issue.
Saat ini De Javasche Bank (DJB) difungsikan Pemerintah Kota Surabaya sebagai museum. Museum ini memiliki tiga lantai dan menampilkan sejarah sistem perbankan di Indonesia, foto-foto lama dari Surabaya dan juga koleksi mata uang kuno. Tampilan museum dibagi menjadi tiga ruang yaitu Ruangan Koleksi Mata Uang Lama, Ruangan Koleksi dari Konservasi, dan Ruangan Koleksi Harta Budaya.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait