BLITAR, iNews.id - Runtuhnya Kerajaan Singasari berawal dari hubungan yang tidak harmonis antara Raja Sri Kertanegara (1268-1292) dengan Aria Wiraraja, seorang Demung atau pejabat Panca Tandha, pegawai kerajaan yang mengurusi rumah tangga raja. Aria diam-diam tidak sepakat dengan gagasan Kertanegara yang hendak menyatukan Nusantara.
Dirinya melihat Singasari tidak hanya akan meluaskan kekuasaan melalui kekuatan militer, tapi juga akan menyebarkan agama Tantrayana, sekte Tantra Bhairawa. Para pengikut Tantra Bhairawa dikenal memiliki upacara ritual yang menyeramkan.
Mereka memiliki tradisi ritual pesta seks, minum darah, dan sekaligus menyantap daging manusia. Aria Wiraraja merasa memiliki kewajiban moral untuk mencegahnya. Karena dia seorang Muslim.
“Aria Wiraraja oleh keturunannya-klan Aria Pinatih di Bali yang beragama Hindu-diyakini beragama Islam, terbukti dengan keberadaan makamnya yang setiap tahun diziarahi keturunannya,” tulis Agus Sunyoto dalam buku Atlas Wali Songo (2016), dikutip Kamis (2/2/2023).
Berdasarkan garis keturunan, Aria Wiraraja masih tergolong keponakan Kertanegara. Dia merupakan putra Nararya Kirana, Raja Kerajaan Lumajang, Jawa Timur, bawahan dari Kerajaan Singasari. Nararya Kirana dan Kertanegara bersaudara.
Ketidaksetujuan Aria Wiraraja terhadap konsep penyatuan Nusantara diketahui Kertanegara dan itu membuat Raja Singasari murka. Jabatan Aria Wiraraja sebagai Demung atau pejabat Panca Tandha pun dipreteli.
Oleh Kertanegara, dia diangkat menjadi Raja Madura, yang sebetulnya adalah sebuah hukuman. Pengangkatan menjadi Raja Madura adalah upaya Singasari membenturkan Aria Wiraraja dengan Nararya Cakrawardana, Raja Madura.
Aria Wiraraja merupakan keponakan sekaligus menantu Nararya Cakrawardana. Menjadi Raja Madura juga sama halnya merampas hak Banyak Wide, putra Nararya Chakrawardana. Dalam Atlas Wali Songo disebutkan, Banyak Wide merupakan ayah Adipati Tuban Ranggalawe.
Editor : Rizky Agustian
Artikel Terkait