“Kultur itu tadi kalau Madura. Jadi tahapan itu harus kita ikuti apa yang ada di Perpres 80, tidak semata-mata kemauan masyarakat Madura, tapi diterbitkan melalui peraturan presiden, makanya kita sebagai masyarakat Madura disamping ikut mengawal tetapi juga memberikan pemahaman kepada masyarakat Madura,” katanya.
Pakar tranportasi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Hera Widyastuti menilai, reaktivasi jalur kereta api di Madura bisa menjadi transportasi massal yang mampu mengurangi kemacetan. Reaktivasi juga diyakini akan menimbulkan efek domino terhadap banyak sektor, terutama pariwisata di Madura yang kurang terjamah dampak minim infrastruktur.
“Dengan pergerakan transportasi ini (reaktivasi kereta) bisa mengangkat PDRB (produk domestik regional bruto) dari daerah-daetah yang dilewati,” kata Hera.
Sementara itu, Ketua DPP Ormas Madura Asli (Madas), Berlian Ismail Marzuki, mengatakan, warga Madura sangat menantikan pembangunan infrastruktur yang menyambungkan Pulau Garam. Menurutnya, banyak warga Madura yang merantau salah satunya dampak keterbatasan infrastruktur, membuat pengembangan daerah sulit dilaksanakan.
“Kenapa Madura banyak merantau, karena di tanah kita tidak bisa (berkembang) karena aksesnya terhambat," katanya.
Diketahui, reaktivasi jalur kereta api Madura ini sudah tertuang pada Peraturan Presiden (Perpres) No 80 tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Kawasan Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan (Gerbangkertosusila), Kawasan Bromo Tengger Semeru, serta Kawasan Selingkar Wilis dan Lintas Selatan. turut menargetkan reaktivasi jaringan kereta api dari Kamal (Bangkalan) hingga Kalianget (Sumenep).
Jalur kereta api Madura sendiri sudah ada sejak zaman Belanda dan sudah tidak aktif, setidaknya ada 14 Stasiun pada jalur kereta sepanjang 225 kilometer di Pulau Madura. Jalur kereta ini menghubungkan Stasiun Kamal di ujung barat Madura dan Stasiun Kalianget di Sumenep yang merupakan stasiun ujung.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait