Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani (dua dari kanan) menunjukkan kayu merbau ilegal asal Papua yang hendak dikirim ke Surabaya, Kamis (6/12/2018). (Foto: iNews/Ihya' Ulumuddin)

SURABAYA, iNews.id – PT Salam Pasific Indonesia Lines (SPIL) melakukan investigasi internal terkait kasus dugaan penyelundupan kayu merau ilegal di kapalnya. Berdasarkan temuan Direktorat Pencegahan dan Pengamanan Hutan (DirPPH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kamis (6/12/2018) kemarin, ada 34 kontainer kayu merau asal Sorong yang diangkut menggunakan kapal milik SPIL.

Corporate Affairs PT SPIL, Dominikus Putranda memaparkan, investigasi dilakukan untuk memastikan bahwa perusahaan pelayaran nasional ini tidak terlibat dalam kasus dugaan penyelundupan itu.

“Kami akan telusuri, terutama proses dan pelaksanaan SOP (Standar Operasional Prosedur). Jika memang ditemukan ada pelanggaran, manajemen tidak segan untuk melakukan penindakan secara tegas sesuai hukum yang berlaku,” kata Dominikus Putranda, Jumat (7/12/2018).

Dominikus mengatakan, selama ini perusahaannya telah menjalankan prosedur dan aturan yang berlaku terkait masuknya muatan barang. Karena itu, pihaknya kaget ketika muatan yang dibawa oleh kapal milik SPIL ternyata dianggap tidak memiliki dokumen yang sah.

“Sejak barang masuk ke kapal, petugas SPIL telah menjalankan bisnis proses sesuai standard operating procedur (SOP) yang berlaku bagi setiap kapal SPIL di setiap pelabuhan,” katanya.

Dia menjelaskan, sebelum barang masuk ke kapal, petugas SPIL telah menerima surat-surat yang dianggap lengkap. Sebab, surat tersebut mencantumkan otorisasi dari lembaga yang berwenang. Sebagai pemilik kapal, SPIL tidak dalam posisi untuk menentukan keabsahan dokumen barang-barang yang akan masuk ke kapal.

“Sebagai perusahaan pelayaran kapal,  SPIL tidak memiliki otoritas untuk menentukan keabsahan suatu barang dan hanya bertindak sebagai pembawa muatan,” katanya.

Kendati demikian, pihaknya mendukung upaya pihak berwenang dalam penindakan kasus dugaan penyelundupan kayu tersebut. SPIL siap bekerja sama dengan aparat untuk mengungkap segala hal yang tidak benar dalam proses pemuatan barang pada kapal miliknya.

Diketahui, Kamis (6/12/2018) kemarin, Direktorat Pencegahan dan Pengamanan Hutan (DirPPH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyita 40 kontainer kayu merbau yang diduga ilegal karena tidak dilengkapi dengan dokumen resmi.

Ada 34 kontainer kayu yang disita di dalam depo SPIL Jalan Teluk Bayur, Perak Utara. Sementara enam lainnya sudah dikirim ke dua perusahaan yaitu CV MAR di Pasuruan dan CV SUAI di Gresik.

Direktur Jenderal Penegakkan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan, penindakan terhadap penyelundupan kayu merbau ini telah merugikan negara, baik dari sektor pajak maupun pembalakan hutan. Nilai 40 kontainer kayu hasil illegal logging dari Pelabuhan Sorong Papua itu sekitar Rp12 miliar.

“Sesungguhnya bukan nilainya yang jadi fokus perhatian kami, tetapi pada pelestarian hutan dan ketaatan terhadap hukum yang berlaku,” katanya.

Rasio menuturkan, pengungkapan kayu ilegal ini bermula ketika ada informasi mengenai pengiriman kayu jenis merbau dari Sorong, Papua, menuju ke Surabaya. Penyelidikan dilakukan oleh tim, salah satunya membuntuti kayu ini sejak dari Papua.

Kayu tersebut diangkut menggunakan kontainer milik SPIL dengan isi kayu sebanyak 16 meter kubik per kontainernya. “Isinya satu jenis kayu itu. Namun, ukurannya bervariasi dan sudah berupa kayu jadi,” katanya.

Rasio juga menegaskan bahwa SPIL merupakan pemilik kapal pembawa muatan kontainer. “Kapal SPIL hanya jadi pegangkut barang, pemilik kayu-kayu diduga ilegal itu adalah CV MAR di Pasuruan dan CV SUAI di Gresik. Saat ini fokus kami mengembangkan penyidikan terhadap kedua perusahaan yang menjadi tujuan dari kayu-kayu merbau diduga ilegal tersebut,” paparnya.


Editor : Maria Christina

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network