“Kulo mbengok. Kulo ten mriki mboten pingin tilem mriki. Kulo pingin weruh anak kulo. Kulo ibuke mosok mboten kiat. (Saya teriak. Saya di sini tidak ingin tidur di sini. Saya ingin bertemu anak saya. Saya ibunya, masak tidak kuat),” kenang Misatin.
Misatin ditemani Mustofa yang tidak berselang kemudian juga tiba di rumah sakit melihat langsung AJH yang sudah terbujur kaku. Dengan menguatkan diri, kedua orang tua itu melihat langsung bagian leher putranya lebam-lebam.
Kemudian juga bagian punggung atau tulang ekor yang membiru. Menurut Misatin, sampai detik itu ia belum tahu bahwa kematian putranya diakibatkan tindak kekerasan.
“Yang saya tahu seperti disampaikan pihak MtsN Kunir anak saya meninggal karena kecelakaan kecil,” katanya.
Misatin awalnya bisa menerima apa yang menimpa putranya. Menurutnya, kalau memang anaknya meninggal karena kecelakaan yang tidak disengaja, itu sudah menjadi takdirnya.
Namun pandangan Misatin berubah ketika kerabatnya yang bekerja di Polres Tulungagung menyatakan tidak terima. Sembari menangis, yang bersangkutan mengatakan AJH telah dibunuh. Kematian AJH disebabkan kekerasan yang terjadi di sekolah, bukan kecelakaan kecil.
Pihak keluarga kemudian memutuskan kasus kematian AJH harus diusut tuntas. Untuk kepentingan penyelidikan, keluarga mengizinkan jenazah AJH diautopsi. Selain menghukum pelaku, Misatin juga menegaskan pihaknya juga meminta pihak MtsN Kunir bertanggung jawab.
Hal senada disampaikan Kepala Desa Kunir Bastoni alias Abas. Dia meminta pihak MtsN Kunir untuk tidak menutup-nutupi kasus yang terjadi. Sebagai kerabat korban dan kades, ia menilai pihak MtsN Kunir hingga kini tidak terbuka dalam mengungkap kasus ini.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait