BLITAR, iNews.id - Pihak sekolah diduga mengaburkan fakta kasus kematian siswa MTsN 01 Blitar kepada keluarganya. Itu sebabnya, pada awal kasus itu muncul, pihak keluarga bisa menerima dengan lapang dada dan menganggap kasus yang menimpa anaknya sebagai musibah.
Namun, sikap tersebut berubah 180 derajat setelah keluarga mengetahui fakta sesungguhnya terkait kasus yang menimpa anaknya. Bahwa siswa berinisial AJH (14) tersebut bukan kecelakaan sebagaimana keterangan sekolah, melainkan dianiaya.
Ditemui di rumahnya Dusun Manggar Desa Kunir Kecamatan Wonodadi, ibu korban Ny Misatin, mengatakan, hingga hari ini pihak MtsN Kunir tidak memberitahu bahwa anaknya telah menjadi korban kekerasan. Kabar penyebab kematian putranya justru ia peroleh dari kerabat yang kebetulan menjadi petugas di Polres Tulungagung.
“Sampai sekarang tidak ada keterangan dari Mts (Mtsn Kunir) kalau anak saya menjadi korban kekerasan,” tutur Ny Misatin, Senin (28/8/2023).
AJH, siswa kelas IX tewas setelah mendapat serangan fisik temannya Jumat (25/8/2023). AJH dihajar di kelas saat pergantian jam pelajaran. Dia dipukul dan ditendang bertubi-tubi hingga menghembuskan nafas terakhir.
Ny Misatin mengatakan dirinya sedang berada di rumah saat seorang guru Mtsn Kunir datang. Sementara Mustofa, suaminya sedang berada di sawah. Dia ingat saat itu sekitar pukul 10.30 WIB.
Oleh seorang guru, Misatin diberitahu bahwa putranya sedang berada di RS Itihad Srengat lantaran mengalami kecelakaan kecil. Dia sempat berfikir, bahwa kecelakaan kecil kenapa sampai dilarikan ke rumah sakit.
“Mungkin agar saya tidak panik, disampaikan kecelakaan kecil. Saya mau dibonceng tapi menolak dan memilih membawa sepeda motor sendiri. Biar cepat,” katanya.
Sesampai di RS Itihad, Misatin melihat sudah ada sejumlah guru MtsN Kunir. Dia tidak curiga apa-apa karena telah dikatakan kecelakaan kecil. Para guru menyambutnya.
Sejumlah guru perempuan menyalami dan memeluk sembari memintanya untuk kuat sekaligus bersabar. Misatin mengaku kaget. Karena penasaran ia menanyakan kondisi putranya.
Dia juga menyatakan ingin melihat putranya secara langsung. “Dijawab oleh salah seorang guru kalau anak saya tidak apa-apa. Saat ini sedang ditangani dokter. Mungkin saja untuk menenangkan,” kata Misatin.
Namun tak berlangsung lama, seorang guru perempuan, kata Misatin memeluknya sembari mengatakan agar bersabar karena anaknya telah meninggal dunia.
Misiatin seketika syok, limbung, dan kesadarannya lenyap. Begitu sadar, ia meminta ingin bertemu anaknya dan itu ia sampaikan berulang-ulang. Oleh salah seorang guru Mtsn Kunir Misatin dibawa ke atas tempat tidur UGD dan dibaringkan. Misiatin mengaku sempat berteriak histeris.
“Kulo mbengok. Kulo ten mriki mboten pingin tilem mriki. Kulo pingin weruh anak kulo. Kulo ibuke mosok mboten kiat. (Saya teriak. Saya di sini tidak ingin tidur di sini. Saya ingin bertemu anak saya. Saya ibunya, masak tidak kuat),” kenang Misatin.
Misatin ditemani Mustofa yang tidak berselang kemudian juga tiba di rumah sakit melihat langsung AJH yang sudah terbujur kaku. Dengan menguatkan diri, kedua orang tua itu melihat langsung bagian leher putranya lebam-lebam.
Kemudian juga bagian punggung atau tulang ekor yang membiru. Menurut Misatin, sampai detik itu ia belum tahu bahwa kematian putranya diakibatkan tindak kekerasan.
“Yang saya tahu seperti disampaikan pihak MtsN Kunir anak saya meninggal karena kecelakaan kecil,” katanya.
Misatin awalnya bisa menerima apa yang menimpa putranya. Menurutnya, kalau memang anaknya meninggal karena kecelakaan yang tidak disengaja, itu sudah menjadi takdirnya.
Namun pandangan Misatin berubah ketika kerabatnya yang bekerja di Polres Tulungagung menyatakan tidak terima. Sembari menangis, yang bersangkutan mengatakan AJH telah dibunuh. Kematian AJH disebabkan kekerasan yang terjadi di sekolah, bukan kecelakaan kecil.
Pihak keluarga kemudian memutuskan kasus kematian AJH harus diusut tuntas. Untuk kepentingan penyelidikan, keluarga mengizinkan jenazah AJH diautopsi. Selain menghukum pelaku, Misatin juga menegaskan pihaknya juga meminta pihak MtsN Kunir bertanggung jawab.
Hal senada disampaikan Kepala Desa Kunir Bastoni alias Abas. Dia meminta pihak MtsN Kunir untuk tidak menutup-nutupi kasus yang terjadi. Sebagai kerabat korban dan kades, ia menilai pihak MtsN Kunir hingga kini tidak terbuka dalam mengungkap kasus ini.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait