Sebelum pertemuan berakhir dan Musso serta Soeripno pamit pergi, Bung Karno meminta Musso untuk membantu memperkuat negara dan melancarkan revolusi.
Permintaan Soekarno dijawab Musso dengan kalimat pendek.
“Itu memang kewajiban saya. Ik kom hier om orde te schepen (saya kemari untuk membereskan),” kata Musso.
Pertemuan penuh keharuan sekaligus kegembiraan itu ternyata tinggal pertemuan. Pada 18 September 1948 atau 37 hari usai pertemuan, Soekarno dan Musso berhadap-hadapan.
Dalam peristiwa Pemberontakan Madiun 1948, Musso berpidato tentang quisling-quisling dan penjual-penjual romusha Soekarno-Hatta. Soekarno menjawab dengan pidato, pilih Soekarno-Hatta atau Musso-Amir Sjarifuddin.
Pemberontakan PKI Madiun 1948 dalam waktu cepat berhasil dipadamkan. Musso yang melawan saat hendak ditangkap, ditembak mati di Ponorogo Jawa Timur. Jenazah Musso dibakar dan dipertontonkan. Begitulah perjalanan sejarah kemerdekaan Indonesia periode 1945-1949 yang penuh pergolakan.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait