SURABAYA, iNews.id - Presiden Soekarno atau Bung Karno sempat bertemu dengan Musso atau Muso atau Munawar Muso tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI) asal Kediri Jawa Timur sebelum pemberontakan PKI di Madiun 1948. Kedua berjumpa setelah sekian lama tidak bertemu.
Perjumpaan ini terjadi pada 13 Agustus 1948 di ruangan Presiden Soekarno. Dilansir dari buku Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan (1997) suasana pertemuan disebutkan begitu mengharukan.
“Bung Karno memeluk Musso dan Musso memeluk Soekarno. Mata berlinang. Kegembiraan ketika itu rupanya tidak dapat mereka keluarkan dengan kata-kata,” tulis keterangan buku tersebut dikutip Sabtu (7/10/2023).
Musso bagi Bung Karno saling mengenal dekat. Musso lahir di Pagu, Kabupaten Kediri 1897 yang secara geografis berjarak dekat dengan Blitar, yakni tempat Soekarno tumbuh besar.
Musso pernah hidup bersama dengan Bung Karno saat keduanya masih sama-sama kos di rumah HOS Tjokroaminoto di Surabaya. Musso kala itu sudah aktif di Sarekat Islam (SI) bersama Semaun dan Soekarno masih pelajar.
Sejak peristiwa Pemberontakan PKI 1926 yang gagal, Musso menghilang, kabur ke Moskow, Uni Soviet. Begitu juga dengan Semaun, Ketua PKI angkatan pertama.
Karenanya setelah berpuluh tahun tidak bertemu, perjumpaan Soekarno dan Musso serasa reunian. Keduanya hanya lebih banyak saling melihat satu sama lain.
Hanya pandangan mata dan roman muka mereka menggambarkan kegembiraan itu. Musso tiba di Indonesia pada 11 Agustus 1948. Dia menyamar sebagai Sekretaris Soeripno, duta besar Indonesia untuk Eropa Timur.
Kehadiran Musso dengan nama samaran Soeparto sempat menimbulkan desas-desus kecurigaan. Dua hari kemudian, misteri siapa sekretaris Soeripno terjawab.
Setelah beberapa jurus penyambutan, Bung Karno baru bertanya.
“Lho, kok masih awet muda?,” kata Soekarno.
“O, ya. Tentu saja. Ini memang semangat Moskow, semangat Moskow selamanya muda,” kata Musso.
Di ruangan itu, Musso hendak duduk di kursi yang berjarak dengan Soekarno. Namun Soekarno memintanya duduk di dekatnya. Di depan Soeripno, Bung Karno menceritakan profil Musso di masa lampau dengan nada bangga.
“Musso ini dari dulu memang jago. Dia yang paling suka berkelahi. Dia memang jago pencak. Juga orang yang suka main musik. Kalau pidato dia akan nyincing lengan bajunya,”.
Sebelum pertemuan berakhir dan Musso serta Soeripno pamit pergi, Bung Karno meminta Musso untuk membantu memperkuat negara dan melancarkan revolusi.
Permintaan Soekarno dijawab Musso dengan kalimat pendek.
“Itu memang kewajiban saya. Ik kom hier om orde te schepen (saya kemari untuk membereskan),” kata Musso.
Pertemuan penuh keharuan sekaligus kegembiraan itu ternyata tinggal pertemuan. Pada 18 September 1948 atau 37 hari usai pertemuan, Soekarno dan Musso berhadap-hadapan.
Dalam peristiwa Pemberontakan Madiun 1948, Musso berpidato tentang quisling-quisling dan penjual-penjual romusha Soekarno-Hatta. Soekarno menjawab dengan pidato, pilih Soekarno-Hatta atau Musso-Amir Sjarifuddin.
Pemberontakan PKI Madiun 1948 dalam waktu cepat berhasil dipadamkan. Musso yang melawan saat hendak ditangkap, ditembak mati di Ponorogo Jawa Timur. Jenazah Musso dibakar dan dipertontonkan. Begitulah perjalanan sejarah kemerdekaan Indonesia periode 1945-1949 yang penuh pergolakan.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait