Dari jumlah itu, naskah kuno menceritakan mengenai Malang biasanya berupa cerita Kerajaan Jenggala Panjalu, Brawijaya, Panji, Babad Demak. "Ada juga pengaturan makam pada zaman Belanda, masih masa Gementee Malang (pemerintahan Malang di era kolonial Belanda), Tapi sayangnya tidak saya buka (naskah kunonya)," ujarnya.
Di naskah kuno peninggalan Belanda itu dijelaskan Lulut, bahwa pengaturan makam di Malang sifatnya umum. Dimana khusus untuk orang pribumi tidak ada pembiayaan tambahan, sementara untuk orang China dan Eropa ada aturan - aturan tertentu.
"Bagaimana orang pribumi tanpa pembiayaannya kemudian orang China bagaimana orang Eropa ada aturan-aturannya di sini, jadi ada pemberlakuan yang tidak sama," katanya.
Hobinya mengumpulkan naskah-naskah kuno dan artefak bersejarah membuat pria yang juga guru di SMAN 3 ini, kerap berburu naskah - naskah kuno dari masyarakat dan pedagang. Namun diakuinya dia belum memiliki kemampuan untuk membaca sejumlah naskah kuno yang tertulis dengan huruf aksara Jawa kuno, aksara Sunda, hingga huruf Mandarin.
"Kalau saya enggak begitu paham tentang itu. Saya bukan seorang pembaca yang benar, niat saya yang awal mengumpulkan yang ada di masyarakat, Saya tidak terbuang, dan diperjualbelikan, yang membaca biar orang lain nantinya. Tentang pemahaman isi saya masih boleh dikatakan nol nggak paham," ujarnya.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait