MALANG, iNews.id - Seorang guru SMA di Malang, Lulut Edi Santoso, mengoleksi naskah kuno berisi hal-hal yang mistis. Bahkan di antara naskah koleksinya, terdapat mantra kutukan, sehingga tak seorang pun boleh membaca.
Pemerhati sejarah ini menyatakan, manuskrip kuno yang berisi kutukan berupa mantra-mantra itu berasal dari tahun 1700-an. Naskah itu didapat dari pedagang di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Kalau yang di sini tertua 1700an tertua, terbuat dari lontar. Ini isinya mantra tidak boleh dibaca orang juga," kata Lulut Edi Santoso, saat pameran naskah kuno di Malang Creative Center (MCC), Senin (6/3/2023).
Lulut menyatakan, mantra ini tak boleh dibaca oleh sembarang orang karena mitosnya itu sebagai sarana menguasai ilmu-ilmu sihir atau mantra. Pesan itu ia dapat dari filolog atau ahli pembaca naskah kuno.
"Karena tidak boleh dibaca orang juga, kata seorang filolog berpesan ke saya ini jangan dibaca, karena ada mantranya. Saya tidak tahu tapi kenyataannya atau tidak, relatif, mantra-mantra ketika dibaca orang niat mempelajari atau tidak langsung masuk, saya bukan masalah percaya atau tidak. Cuma karena dipesan seperti itu saya ya patuh," katanya.
Menurutnya, dari 100an koleksi naskah kuno di era kerajaan, 1.000an naskah kuno terkait dokumen masa kolonial, dan 4.000 lembar manuskrip kuno, naskah kuno mengenai mantra sihir yang konon berasal dari Kesultanan Mataram menjadi yang menarik.
Dari jumlah itu, naskah kuno menceritakan mengenai Malang biasanya berupa cerita Kerajaan Jenggala Panjalu, Brawijaya, Panji, Babad Demak. "Ada juga pengaturan makam pada zaman Belanda, masih masa Gementee Malang (pemerintahan Malang di era kolonial Belanda), Tapi sayangnya tidak saya buka (naskah kunonya)," ujarnya.
Di naskah kuno peninggalan Belanda itu dijelaskan Lulut, bahwa pengaturan makam di Malang sifatnya umum. Dimana khusus untuk orang pribumi tidak ada pembiayaan tambahan, sementara untuk orang China dan Eropa ada aturan - aturan tertentu.
"Bagaimana orang pribumi tanpa pembiayaannya kemudian orang China bagaimana orang Eropa ada aturan-aturannya di sini, jadi ada pemberlakuan yang tidak sama," katanya.
Hobinya mengumpulkan naskah-naskah kuno dan artefak bersejarah membuat pria yang juga guru di SMAN 3 ini, kerap berburu naskah - naskah kuno dari masyarakat dan pedagang. Namun diakuinya dia belum memiliki kemampuan untuk membaca sejumlah naskah kuno yang tertulis dengan huruf aksara Jawa kuno, aksara Sunda, hingga huruf Mandarin.
"Kalau saya enggak begitu paham tentang itu. Saya bukan seorang pembaca yang benar, niat saya yang awal mengumpulkan yang ada di masyarakat, Saya tidak terbuang, dan diperjualbelikan, yang membaca biar orang lain nantinya. Tentang pemahaman isi saya masih boleh dikatakan nol nggak paham," ujarnya.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait