MALANG, iNews.id – Perlawanan arek-arek malang terhadap penjajah Belanda terus bergelora saat agresi militer I 1947. Tentara Keamanan Rakyat (TKR) bersama para pejuang membakar gedung dan bangunan milik Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan.
Sejarawan Malang Rakai Hino Galeswangi mengungkapkan, kejadian membumihanguskan Malang ini dilakukan agar upaya Belanda untuk menguasai kembali Malang usai kemerdekaan Indonesia bisa dicegah. Bangunan milik Belanda itu tersebar di beberapa titik, di antaranya di Jalan Ijen dan kawasan alun-alun bundar, yang kini jadi Bundaran Tugu.
“Belanda sudah membangun Ijen, sama Jepang datang diusiri. Siapa yang ikhlas. Belanda mengambil perjanjian sendiri dengan NICA. Kalau Indonesia belum bisa berdiri sendiri, boleh diambil oleh Belanda,” ucap Rakai Hino.
Maka sebelum Kota Malang kembali dikuasai oleh Belanda, para TKR dan arek-arek Malang membakar sejumlah bangunan yang ada di Kota Malang. Beberapa bangunan termasuk Wisma Tumapel, Balai Kota Malang, dan sekolah HBS yang sekarang menjadi SMA Tugu.
“Rakyat menutup pintu jalan masuk dengan menebangi pohon-pohon satu hari sebelum datang ke Malang. TKR yang dibentuk memutuskan untuk seperti Bandung, membumihanguskan sejumlah bangunan. Di situ balai kota dibakar, SMA Tugu dibakar, termasuk di Tumapel, akhirnya mangkrak tidak berpenghuni," tuturnya
Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Malang ini mengatakan, bangunan di kawasan alun-alun bundar saat itu merupakan satu kesatuan, yang menjadi bouwplan II pembangunan Kota Malang oleh pemerintah kolonial Belanda. Selain membangun alun-alun bundar yang kini dikenal dengan Bundaran Tugu Malang, Belanda juga membangun kompleks bangunan lain, mulai dari balai kota hingga Wisma Splendid yang kini menjadi Wisma Tumapel.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait