Baku tembak terjadi di medan-medan sulit. Tebing perbukitan dan hutan. Dalam bertempur PKI menerapkan gaya perang gerilya. Menyerang tiba-tiba, menghindar bila lawan berkekuatan besar, menyerang bila lawan berkekuatan kecil, serta melakukan gerakan kucing-kucingan, yakni menyerang dan menghilang. TNI meladeni dengan taktik perang anti gerilya. Dengan taktik spiral, satu sasaran diserang berulang-ulang.
Serangan berlangsung estafet tanpa henti, dengan tujuan tidak memberi kesempatan musuh istirahat dan berkonsolidasi. Sejumlah Ruba (Rumah bawah) yakni lubang-lubang di pinggir sungai yang menjadi tempat pesembunyian orang-orang PKI, dihancurkan. Dengan gerakan intelejen di kawasan yang dikuasai PKI, TNI melancarkan operasi Ayam Alas dengan taktik Ublek Telur (Aduk Telur).
Sesuai namanya Ublek Telur, penyisiran di dilakukan berulang dan terus menerus. Dalam waktu singkat, simpul-simpul PKI di masyarakat terbongkar. Mereka yang selama ini sebagai sumber logistik PKI dan termasuk jaringan pembinaan ideologi di tengah massa rakyat, terungkap. Seluruh rakyat mulai ragu dan tidak mempercayai lagi gerombolan PKI yang sudah lama menguasainya.
Dengan menamai Operasi Kolomonggo, pasukan TNI bersama Banser NU terus merangsek maju ke wilayah yang dikuasai PKI. Orang-orang PKI yang menolak menyerah, digilas. Dalam baku serang di kawasan Gunung Asem Panggungrejo, Oloan Hutapea terbunuh.
Dedengkot PKI itu ambruk dan tewas setelah lemparan batu besar mengenai kepalanya. Pada 15 Juni 1968, Ir Soerachman juga tewas tertembak di kawasan hutan Desa Maron. Surachman sudah diperingatkan untuk menyerah, namun nekat kabur. Bedil Kopda Soepono mengakhiri hidupnya. Surachman merupakan pimpinan PNI ASU (Ali Sastroamidjojo-Surachman) yang berafiliasi dengan PKI.
Editor : Kastolani Marzuki
Artikel Terkait