"Jumlah traffic light yang ada di Kota Surabaya dan bidang jalur kereta api juga bisa menjadi hambatan. Tetapi pantauan kami selaku petugas di lapangan, lalu lintas Kota Surabaya masih masuk kategori aman dan lancar," katanya.
Pakar Laboratorium Transportasi Institut Teknologi Sepuluh (ITS) Nopember Surabaya, Hera Widyawati juga mempertanyakan hasil riset tersebut. Dia bahan coba menghubungi perusahan analisis data lalu lintas tersebut untuk meminta konfirmasi, tetapi tidak bisa dihubungi. Oleh karena itu, terus melakukan pemantauan melalui pemberitaan pada beberapa media.
"Perhitungannya adalah selisih gate (gerbang) antara pada waktu macet dan tidak macet. Jadi kalau macetnya pendek, maka gate-nya banyak, kalau melihat dari itu akan susah," katanya.
Padahal, menurut dia, kemacetan yang terjadi di Kota Surabaya yakni pada waktu tertentu, serta pada beberapa akses keluar masuk kendaraan di Kota Pahlawan. Indikator lainnya adalah menggunakan GPS anonim.
"Dulu kami memiliki ide, bahwa untuk melihat suatu kepadatan jalan adalah menggunakan big data yang diambil dari mobile atau dari provider. Kemudian yang tidak bisa terdeteksi adalah jenis kendaraan," ujar dia.
Sebagai pengamat sekaligus pengguna jalan, dia menyampaikan, bahwa arus lalu lintas Kota Surabaya masih bisa terjangkau. Maka, menurut dia alangkah lebih bijak bila melihat sebuah kemacetan adalah berdasarkan travel time.
"Kalau kita mau melihat suatu kemacetan, satu jalan saja itu mungkin akan berbeda dengan kalau kita melihat beberapa jalan. Jadi mungkin akan lebih bijak kalau kita melihat travel time," ucapnya.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait