Foto : lukisan penangkapan Diponegoro (foto repro)

“Banjarsari menjadi salah satu tempat yang aman di Madiun bagi pelarian mantan prajurit Diponegoro karena status perdikannya menjadikan wilayah tersebut wilayah otonom. Sehingga tidak ada dalih pemerintah kolonial untuk dapat masuk ke wilayah Banjarsari”.

Kolonial Belanda yang melakukan pengawasan ketat khawatir gerakan Diponegoro akan bangkit kembali. Apalagi di desa perdikan Banjarsari terdapat empat orang haji dan ulama kharismatik, Kiai Maulani, pimpinan pesantren Banjarsari.

Kiai Maulani merupakan adik Kiai Ali Imron, yakni putra Kiai Ageng Muhammad bin Umar. Kiai Ageng Muhammad bin Umar merupakan murid kinasih sekaligus menantu Kiai Ageng Muhammad Besari (1700-1773), pendiri Pondok Pesantren Gebang Tinatar Perdikan Tegalsari Ponorogo.

Belanda tahu, tidak sedikit kerabat keraton Yogyakarta dan orang-orang yang bersimpati dengan perjuangan Pangeran Diponegoro eksodus ke Desa Banjarsari.

Di Desa itu juga terdapat sejumlah makam yang dinamai warga Kusumayudan, yakni bermakna bunga perang yang disinyalir makam para prajurit Diponegoro yang gugur di medan perang.  

Kolonial Belanda mencoba meredam gejala kebangkitan loyalis Diponegoro dengan cara mencampuri urusan internal pemerintahan Desa Perdikan Banjarsari.


Editor : Ihya Ulumuddin

Halaman Selanjutnya
Halaman :
1 2 3
BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network