“Misal, ada perkumpulan adat atau suku dari Ambon, Madura, Minahasa, dan sebagainya. Ajak mereka untuk berdiskusi dan kumpulkan semuanya. Dengan cara seperti itu, tidak akan ada lagi kenakalan remaja,” ujar Cak Eri Cahyadi.
Pemkot Surabaya, tutur dia, akan membuat sebuah wadah yang di dalamnya terdapat berbagai tomas, suku dan lintas agama. Dengan wadah tersebut, para tomas, suku dan lintas agama bisa menggunakannya untuk diskusi, sekolah wawasan kebangsaan dan kegiatan positif lainnya.
“Nanti kami sediakan gedungnya di awal Januari 2023. Di situ, semua suku, pemuda dan perwakilan lintas agama berkumpul, akan menjadi kantor yang kita tetapkan di Kota Surabaya. Mari kita jaga kota ini menjadi lebih baik lagi, tunjukkan bahwa di Surabaya tidak ada perbedaan satu sama lain,” tutur dia.
Sementara itu, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar) Kota Surabaya Heri Purwadi mengatakan, alasan memilih Tari Remo dalam agenda pemecahan Rekor MURI karena tarian ini kesenian yang selalu ada di setiap agenda Kota Surabaya.
"Di Surabaya setiap tahun selalu diagendakan. Saat Hari Jadi Kota Surabaya ada Tari Remo. Nah, kenapa kami tidak mencatatkan itu sebagai Rekor MURI. Yang terpenting adalah lebih ke pengenalan sejarah dan rekor MURI itu sebagai bonus," kata Heri.
Editor : Agus Warsudi
Kota paling toleransi kota toleransi toleransi Sikap Toleransi tentang Toleransi toleransi beragama toleransi umat beragama toleransi antarumat beragama wali kota surabaya kota surabaya
Artikel Terkait