Pernikahan tersebut kemudian melahirkan Makutawangsawardhana yang kemudian memiliki putri bernama Mahendradatta, yang tak lain ibu Airlangga. Sementara ayah Airlangga yakni Udayana Warmadewa yang merupakan raja Bali.
Pada beberapa prasasti disebut Mahendradatta atau Gunapriya Dhamapatni disebut lebih dahulu sebelum suaminya. Hal ini mengesankan bahwa kedudukan Mahendradatta lebih tinggi daripada Udayana.
Bisa jadi saat itu Bali merupakan negara bawahan Jawa. Penaklukan Bali diperkirakan terjadi semasa pemerintahan Dyah Balitung sekitar tahun 890-900 M.
Saat memerintah sebagai Raja Mataram inilah Mpu Sindok terkenal sebagai raja yang adil dan bijaksana. Dia selalu berusaha untuk memakmurkan kehidupan seluruh rakyatnya.
Mpu Sindok menjadi penganut agama Hindu yang taat, tapi ia sangat menjaga toleransi terhadap umat agama lain. Sebagai bukti, Mpu Sindok memberikan penghargaan Desa Wanjang sebagai sima swantantra kepada seorang pujangga bernama Sri Sambhara Suryawarana yang menulis kitab Buddha aliran Tantrayana, bertajuk Sang Hyang Kamahayanikan.
Alhasil dari Mpu Sindok ini pula lahir dinasti baru raja-raja Jawa yang dinamakan Dinasti Isana. Dimulai dari Sri Isanatunggawijaya yang merupakan istri raja Bali Sri Lokapala, berlanjut ke Sri
Makutawangsawardhana, Dharmawangsa Teguh, Mahendradatta istri Udayana Warmadewa, hingga Airlangga atau yang bergelar Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait