MALANG, iNews.id - Dua korban tragedi Kanjuruhan akan diautopsi untuk mengungkap penyebab kematian korban. Proses ini dilakukan sebagaimana rekomendasi Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF).
Dokter Spesialis Forensik Universitas Brawijaya (UB) Eriko Prawestiningtyas menuturkan, lamanya waktu autopsi dari jarak kematian korban otomatis akan mempengaruhi hasilnya. Apalagi ada beberapa faktor pendorong yang membuat autopsi itu berhasil atau tidak, misalnya kondisi cuaca, kondisi tanah, hingga tingkat kebusukan jenazah.
Selain itu, posisi jenazah saat meninggal dunia juga mempengaruhi, jenazah yang meninggal di dalam tanah. Misalnya, terkubur, di dalam air tenggelam, atau di atas tanah, yang memiliki persentase kebusukan berbeda-beda.
"Jadi kalau bisa dikatakan akurat atau tidak akurat, tergantung nanti kondisi diangkat dari tanah. Kita lihat kondisi fisik seperti apa. Banyak faktor yang mempengaruhi. Itu amat sangat banyak pertimbangan, sehingga bisa saja mungkin kondisinya masih bagus, bisa saja kondisinya sudah tidak bagus," kata Eriko Prawestiningtyas, saat ditemui di FK Universitas Brawijaya, Malang, Kamis (3/11/2022).
Eriko menambahkan, idealnya jenazah yang akan diautopsi berada dalam rentang waktu satu sampai dua minggu setelah dimakamkan. Namun berkaca pada kasus kematian Aremania yang akan diautopsi telah mencapai satu bulan, Eriko kembali tak bisa memastikan apakah bukti-bukti kematian dari zat yang tergantung di dalam tubuh masih tersisa atau tidak.
"Jadi satu minggu baru dimakamkan misalnya, ya dalam jangka waktu itu. Kalau di luar daripada itu memang urgensinya tidak urgen, tetapi karena pertimbangan itu tadi banyak faktor. Artinya pada saat satu hari dimakamkan. Kalau ada rencana penggalian memang idealnya semakin cepat semakin baik, lebih mendekati saat kematian di awalnya," ujarnya.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait