Candi Borobudur yang dibangun Raja Samaratungga pada masa Kerajaan Mataram Kuno di era Wangsa Syailendra. (Foto: Ist)

Prasasti Kalasan menjadi bukti penting. Disebutkan terdapat dua penguasa: Permata Wangsa Sailendra (tanpa nama) dan Rakai Panangkaran dari Wangsa Sanjaya, yang disebut sebagai raja bawahannya.

Sebaliknya, filolog Indonesia Poerbatjaraka berpendapat Wangsa Sailendra merupakan trah lokal. Wangsa ini tidak ada kaitannya dengan luar negeri maupun hubungan Nusantara dengan luar negeri kala itu.

Menurut Poerbatjaraka, awalnya Sailendra menganut agama Siwa, namun kemudian berpindah ke Buddha Mahayana. Dia merujuk Carita Parahyangan yang mencatat Rahyang Sañjaya meminta anaknya, Rahyangta Panaraban (Rakai Panangkaran), untuk meninggalkan agama yang dianutnya.

Pertarungan ideologi dan kekuasaan antara dua wangsa ini terekam dalam berbagai prasasti dan situs purbakala. Wangsa Sañjaya tetap eksis sebagai penganut Siwa, sedangkan Wangsa Sailendra membangun Candi Borobudur sebagai simbol kejayaan Buddha Mahayana.

Keduanya hidup berdampingan namun dalam ketegangan, menciptakan dinamika politik dan budaya yang rumit di masa Jawa Kuno.

Misteri asal usul Wangsa Sailendra belum sepenuhnya terpecahkan. Apakah mereka raja gunung dari India Selatan, pelarian dari Fu-nan, atau benar-benar asli Jawa seperti diyakini Poerbatjaraka?

Yang jelas, Wangsa Sailendra memegang peran sentral dalam sejarah klasik Nusantara dan membangun monumen agung seperti Candi Borobudur yang menjadi warisan dunia.


Editor : Donald Karouw

Sebelumnya
Halaman :
1 2

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network