MALANG, iNews.id - Serangan umum arek-arek Malang pascadeklarasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 mungkin jarang terdengar masyarakat awam. Sebab selama ini mungkin masyarakat umum hanya mengenal sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, pascakemerdekaan dan menunjukkan eksistensi bahwa negara Indonesia masih ada.
Di Malang, serangan umum itu sebenarnya juga ada dan bahkan lebih dahulu muncul dibandingkan dengan Yogyakarta. Serangan itu disebut terjadi kala Belanda dan sekutunya melakukan Agresi Militer II antara 1948 hingga 1949.
"Kalau Malang itu malah lebih dulu dari Yogya. Malang itu kalau tidak salah tahun 1948 bulan Desember," kata Eko Irawan, pemerhati sejarah Malang.
Menurut Eko, serangan itu muncul karena adanya instruksi serempak agar negara-negara lain dan PBB khususnya melihat bahwa Indonesia, terutama tentara Indonesia masih mempunyai kekuatan. Beberapa serangan umum dibuat di beberapa wilayah di Pulau Jawa.
"Sebagai pembuktian hal ini, maka untuk menembus resolusi harus diadakan serangan, yang tidak bisa disembunyikan oleh Belanda, dan harus diketahui oleh United Nations Commission for Indonesia (UNCI) dan wartawan asing untuk disebarluaskan ke seluruh dunia," ungkap pria yang juga pengelola Museum Reenactor Malang.
Serangan umum di Malang disebut Eko, dikomando oleh tokoh-tokoh pejuang seperti Mayor Hamid Roesdi atau dalam ejaan baru Hamid Rusdi, Kapten Soemitro, Sulam Samsul, hingga pejuang perempuan Soeprapti. Dimana para pasukan dari Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan pejuang memilih strategi wingate atau perang gerilya.
Demi membangun kekuatan dan koordinasi antar pasukan, Eko menjelaskan pejuang-pejuang arek-arek Malang membangun beberapa markas komando. Markas komando ini ditempatkan di perbatasan kota dan luar Kota Malang, atau daerah pinggiran, di antaranya di Turen dan wilayah Tawangsari, yang kini menjadi Sumbersari, masuk Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang.
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait