Tokoh NU KH Abdul Chalim Leuwimunding Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional
"Pada waktu itu banyak kiai-kiai yang terpengaruh. Beliau menyadarkan ke para kiai agar kembali ke pangkuan ibu pertiwi, negara Indonesia. Beliau melakukan pendekatan politiknya yakni, merangkul dan tidak memukul, sehingga tidak ada konfrontasi," katanya.
Banyak aspek-aspek keunggulan (hagiografi) KH Abdul Chalim Leuwimunding, muali dari keterlibatan di organisasi Serikat Islam (SI), menjadi salah satu pendiri NU, menjadi pendiri dan redaktur soeara nahdlatoel oelama, terlibat di laskar hizbullah hingga bergerak di bidang pendidikan dan perekonomian.
"Beliau membuat surat kabar soera oelama di Surabaya. Kemudian beliau membagikan dan menyebarkan hingga ke Jawa Barat. Dan beliau juga terlibat hingga muncul Resolusi Jihad," terangnya.
Ketua PWNU Jawa Barat KH Juhadi Muhammad mengatakan, pihaknya memberikan dukungan sepenuhnya agar KH Abdul Chalim menjadi Pahlawan Nasional, seperti KH Hasyim Asy'ari dan KH Wahab Chasbullah.
"Karena kita tahu semua, ketika kita membaca sejarah berdiri NU, maka tidak lepas dari peranan KH Abdul Chalim. Sehingga ketika hari ini diajukan untuk menjadi pahlawan nasional, saya pikir ini sangat layak sekali," ujar KH Juhadi.
Sementara itu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa juga menilai peran serta KH Abdul Chalim dalam pendirian NU hingga perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia ini juga layak diganjar sebagai Pahlawan Nasional.
"Kebayang nggak Hubbul Wathon Minal Iman, cinta tanah air sebagian dari iman, maka itulah sebagian yang mendorong semangat nasionalisme. Sampai kemudian resolusi jihad. Nah ini jejak-jejak sejarah yang seperti ini harus didukung oleh dokumen yang kuat," terang Khofifah.
Sementara itu, KH Asep Saifuddin Chalim, putra KH Abdul Chalim, mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat mengusulkan dan mendukung ayahandannya meraih Gelar Pahlawan Nasional. "Saya juga menyampaikan terimakasih yang sedalam-dalamnya atas kehadiran dan dukungan dzurriyat pendiri NU dalam seminar ini," katanya.
Editor: Ihya Ulumuddin