get app
inews
Aa Text
Read Next : Profil Sarwo Edhie Wibowo, Kakek AHY yang Ditetapkan Pahlawan Nasional

Sosok Ratu Ageng, Perempuan Tangguh di Balik Kepahlawanan Pangeran Diponegoro

Sabtu, 07 Oktober 2023 - 06:43:00 WIB
Sosok Ratu Ageng, Perempuan Tangguh di Balik Kepahlawanan Pangeran Diponegoro
Ratu Ageng Tegalrejo, nenek buyut Pangeran Diponegoro. (Foto: Portret van Gusti Kanjeng Ratu Ageng van de sultan van Jogjakarta Hamengkoe Boewono VI, moeder van Hamengkoe Boewono VII)

MALANG, iNews.id - Pangeran Diponegoro sudah memiliki karakter yang kuat sejak muda. Konon karakter ini terbentuk dari orang-orang di sekelilingnya yakni sang ibu dan neneknya Ratu Ageng Tegalrejo yang berperan penting membentuk pribadi sang pangeran.

Alhasil saat tumbuh dewasa, Pangeran Diponegoro terkenal menjadi orang yang religius. Dia juga menjadi satu dari banyak pahlawan nasional Indonesia yang turut berjuang mengusir penjajah. 

Sosok kereligiusan Pangeran Diponegoro sejak kecil hingga dewasa tak bisa dilepaskan dari peran keluarganya, terutama para kerabat perempuan di keluarga besarnya. Pembentukan karakter dan pandangan hidupnya tak bisa dilepaskan ibu dan neneknya. 

Dikisahkan pada buku "Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro 1785 - 1855" tulisan Peter Carey, konon Ibu Diponegoro merupakan selir dari Sultan Hamengku Buwono III bernama Raden Ayu Mangkorowati. Dia melahirkan Diponegoro saat usia 15 tahun.

Orang tuanya keturunan dari tokoh besar Kiai Ageng Prampelan, seorang tokoh yang satu masa dengan Raja Mataram Islam pertama Panembahan Senapati. 

Masa kecil Diponegoro dihabiskan dalam didikan ibu dan nenek buyutnya Ratu Ageng atau disebut Ratu Ageng Tegalrejo yang merupakan anak perempuan Kiai Ageng Derpoyudo, guru agama terkenal yang dimakamkan di Majangjati, dekat Sragen. 

Ketika Diponegoro masih bayi, Ratu Ageng inilah yang menjadi pelindungnya setelah pendiri Keraton Yogya, meramalkan suatu masa depan yang luar biasa untuk Diponegoro yang masih bayi. Saat itu Sultan Mangkubumi mengenali adanya kedalaman spiritual tertentu dalam diri Diponegoro, yang membedakannya dari anggota keluarga lainnya. 

Inilah yang membuat Diponegoro belajar agama Islam begitu serius sejak kecil. Ada kaitannya masa muda Ibu Diponegoro, yang baru berumur belasan tahun saat melahirkan, mempengaruhi keputusan raja lanjut usia itu. Meski demikian, bagi perempuan Jawa menjadi pengantin remaja dan ibu saat masih remaja merupakan hal biasa, termasuk dalam lingkungan keraton. 

Konon hingga berusia 18 tahun, Diponegoro berada dalam pengasuhan para perempuan yang kuat. Hal itu yang menyumbang pengembangan aspek feminim wataknya, seperti kepekaan dan intuisi nuraninya. Ini kelak menjadi nyata dalam bakatnya untuk membaca watak melalui ekspresi wajah, yang disebut orang Jawa sebagai ngelmu firasat atau ilmu fisiognomi. 

Nenek buyut Diponegoro inilah yang juga turut berjuang mengusir penjajah kala itu. Beliau mendampingi Sultan Hamengku Buwono I dalam seluruh perjuangan melawan Belanda, selama Perang Giyanti antara tahun 1746 - 1755. 

Ratu Ageng juga dikenal sebagai perempuan tangguh. Dia menjadi pengawal perempuan elite atau korps prajurit estri, satu - satunya formasi militer yang mengesankan Gubernur Daendels, ketika ia mengunjungi Yogyakarta pada Juli 1809. 

Nenek buyut Diponegoro juga dikenal dengan akan kesalehan agama Islam-nya. Ia menikmati sekali membaca kitab - kitab agama dan ingin menjunjung tinggi adat Jawa tradisional di lingkungan keraton. Dari sanalah Diponegoro akhirnya kerap dekat para kiai, tokoh agama, hingga guru aliran kepercayaan Islam yang memiliki pengaruh di Pulau Jawa.

Editor: Donald Karouw

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut