Sejarah Perluasan Ibu Kota Kerajaan di Tanah Sunda, Konon Berdiri Dikelilingi Benteng
MALANG, iNews.id - Perjalanan panjang mewarnai sejarah Kerajaan Tarumanagara, salah satu kerajaan besar di tanah Sunda. Kerajaan ini menjadi kerajaan besar dan memiliki peran penting di Pulau Jawa bagian barat. Konon kerajaan ini memiliki kaitan dengan Kerajaan Sunda, Pakuan, hingga Pajajaran dengan Prabu Siliwangi-nya.
Kropak 406 memberitakan bahwa Pakuan didirikan oleh Maharaja Tarusbawa berdasarkan pada Naskah Carita Parahiyangan disebut Tohaan di Sunda. Saleh Danasasmita menyatakan pada bukunya "Mencari Gerbang Pakuan", Tarusbawa adalah raja Tarumanagara ke-13.
Dia mendirikan ibukota kerajaan yang baru untuk menggantikan ibukota lama Jayasinghapura. Dikatakan: "Witan ikahen rajya Tarumanagara déning Maharaja Tarusbawa makanama rajya Sunda" (Sejak Maharaja Tarusbawa menjadi raja Tarumanagara ia menggunakan nama Raja Sunda).
Tarusbawa berasal dari kerajaan Sunda Sambawa demikian nama tempat ini disebut dalam Prasasti Kebantenan. Ia menggantikan mertuanya tahun 591-615 Saka (669-723 M). Pakuan adalah ibukota kerajaan Sunda yang wilayah sebelah timurnya dibatasi Citarum. Menurut Nagarakretabhumi, cucu perempuan Tarusbawa menjadi isteri Sanjaya (Maharaja Harisdhar- ma).
Tarusbawa-lah yang membantu Sanjaya merebut kem- bali takhta Galuh yang "dirampas" oleh Purbasora (716-723 M). Karena mertua Sanjaya mati muda, maka kerajaan Sunda diwariskan oleh Tarusbawa kepada Sanjaya (atas nama istrinya) dalam tahun 723 M dan sekaligus pula Sanjaya dalam tahun itu menjadi raja Galuh yang (menurut Nagarakretabhumi) didirikan tahun 519 Saka (597M ).
Berita lain dari kropak 406 konon ibu kota Pakuan pernah diperluas (dibeukah) oleh Maharaja Darmasiksa yang menurut Nagarakretabhumi pindah dari Saunggalah ke Pakuan dalam tahun 1109 Saka. Ia adalah keturunan ke-6 dari Sri Jayabhupati sebagaimana termaktub dalam Prasasti Cibadak berangka tahun 952 Saka, yang memerintah di Pakuan tahun 952-964 Saka.
Alhasil bisa jadi perluasan wilayah ibu kota Pakuan ini memunculkan adanya penemuan sisa parit yang konon ditemukan oleh Abraham van Riebeeck, mantan Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Konon Abraham menemukan luasan ibu kota Pakuan yang pernah diperluas oleh Maharaja Darmasiksa yang dilindungi kuta atau benteng.
Laporan adanya lantai atau jalan berbatu yang sempurna di laporan ekspedisi Winkler pada tahun 1690 sejalan dengan berita dalam Carita Parahiyangan yang mengisahkan bahwa raja Tohaan di Majaya (Sang Nilakendra) yang memerintah tahun 1551-1567 M, pernah membuat taman yang diperkeras dengan batu dan balai bobot 17 jajar yang diapit oleh pintu larangan.
Editor: Nur Ichsan Yuniarto