Rumah Adat Jawa Timur, Hunian yang Kental dengan Nilai-Nilai Tradisi
SURABAYA, iNews.id - Rumah adat Jawa Timur banyak ragamnya. Namun, umumnya berbentuk joglo, yakni bangunan dengan atap seperti piramida dengan bahan dasar kayu jati.
Rumah adat Jawa Timur biasanya dibagun sesuai dengan karakter budaya masyarakatnya. Faktor kepercayaan agama, adat istiadat hingga makna kehidupan ikut memengaruhinya, mulai dari waktu pembangunan rumah hingga bentuk arsitektur rumah tersebut.
Rumah adat Jawa Timur di wilayah Mataraman yang berbatasan dengan Jawa Tengah pasti sangat berbeda dengan rumah adat masyarakat yang tinggal di wilayah timur, seperti Banyuwangi. Perbedaan itu bergantung pada nilai tradisi, budaya hingga aliran kepercayaan yang mereka anut.
Itu sebabnya, pakem bangunan rumah adat tradisional tidak berubah. Sebab, semua memiliki makna filosofi tertentu bagi penghuninya. Kalaupun ada modifikasi, tidak menghilangkan substansi bangunan dasarnya.
Nilai filosofi yang begitu kuat pada arsitekrur bangunan tersebut menjadikan rumah adat tradisional ini mampu bertahan sampai sekarang. Bahkan, tak jarang masyarakat modern yang rela merogoh kocek dalam-dalam untuk bisa mendapatkan bangunan tradisional tersebut.
Beberapa di antaranya dirawat sebagai koleksi, menjadi hunian atau bahkan kafe dan tempat bisnis lainnya. Lalu, seperti apa rumah adat Jawa Timur itu, berikut ragamnya:
1. Joglo Jompongan
Rumah adat Jawa Timur yang cukup populer yakni Joglo Jompongan. Jenis rumah ini memiliki dua pintu geser serta kerangka berbentuk kubus. Sedangkan pada bagian atapnya bersusun dua dengan bumbungan atap memanjang dari samping kiri dan kanan.
Nantinya pertemuan dari kedua atap tidak akan dipisahkan oleh pembatas yang disebut dengan lis plank. Selain itu, bangunan ini juga tidak memiliki banyak ornamen hiasan pada bagian atapnya.
2. Joglo Situbondo

Rumah adat Jawa Timur berikutnya yakni Joglo Situbondo. Rumah adat ini berbentuk limasan, hampir sama dengan joglo pada umumya. Bedanya, joglo Situbondo lebih sederhana namun tetap artistik.
Rumah adat ini banyak ditemukan di wilayah Situbondo. Itu sebabnya, bangunan tersebut disebut joglo Situbondo. Namun, beberapa juga ditemukan di daerah Ponorogo.
Layaknya rumah joglo, rumah adat Jawa Timur ini umumnya menggunakan kayu jati. Jenis kayu ini dipilih karena kuat, bebas rayap dan tahan lama.
Di luar itu, adat jawa dan kepercayaan masyarakat turut memengaruhi bangunan ini, misalnya, tanah pijakan rumah yang dibuat lebih tinggi dari sekelilingnya.
3. Rumah Limasan Lambangsari
Rumah adat Jawa Timur limasan lambangsari berbentuk limas, sesuai dengan namanya. Rumah adat ini terbilang unik dengan konstruksi atapnya dibuat serupa balok penyambung.
Untuk tiang rumahnya ada sebanyak 16 buah dengan atap empat sisi. Lalu pondasinya berbentuk umpak dengan alas tiang dari batu, dan ada purus di tengah tiang bawah sebagai pengunci tiang bangunan.
4. Rumah Limasan Trajumas Lawakan

Rumah adat Jawa Timur satu ini merupakan pengembangan dari limasan trajumas. Rumah adat jenis lawakan memiliki balai atau teras di sekeliling bangunan utama.
Bangunan emper tersebut didesain dengan kemiringan berbeda-beda dibandingkan atap utama bangunan. Kemudian, terdapat empat sisi atap pada bangunan yang masing-masing sisinya bersusun dua dan dihubungkan dengan sebuah “bubungan”. Sementara untuk penyangga, rumah ini menggunakan 20 tiang sebagai struktur utama bangunan.
5. Rumah Osing

Seperti namanya, rumah osing merupakan rumah adat Jawa Timur milik Suku Osing di wilayah Banyuwangi. Rumah ini memiliki beberapa jenis, yaitu Baresan, Crocogan, dan Tikel Balung.
Ketiganya dibedakan berdasarkan rab atau jumlah bidang atapnya. Baresan memiliki empat rab, crocogan memiliki 2 rab, dan tikel balung memiliki empat rab.
Tidak ada ritual khusus dalam membangun rumah adat ini. Namun, masyarakat Osing melarang rumah dibangun menghadap gunung dan harus menghadap ke jalan.
Berbeda dengan rumah joglo yang besar, karakter rumah osing cukup sederhana. Sebab, biasanya hanya dihuni keluarga utuh saja. Bagian depan ditempati oleh anak-anak, sementara bagian belakang untuk orang tua.
6. Rumah Suku Tengger

Rumah adat Jawa Timur ini bisa ditemui di masyarakat Suku Tengger yang mendiami lereng Gunung Bromo. Ciri rumah adat ini sangat sederhana, memiliki atap runcing dan meninggi.
Rumah adat Tengger memiliki desain bentuk yang di sesuaikan dengan keadaan alam sekitar sehingga mampu beradaptasi dan menjadi hunian yang nyaman untuk tinggal. Ciri utama bentuk rumah adat Tengger tidak bertingkat dan hanya memiliki dua jendela. Sementara di bagian depan terdapai balai untuk bersantai.
7. Rumah Dhurung Bawean

Rumah adat Jawa Timur dhurung Bawean bisa dijumpai di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, khususnya di daerah Pudakit, Kecamatan Sangkapura.
Disebut rumah dhurung karena pada rumah adat Bawean ini terdapat dhurung, yaitu balai kecil berukuran 2x3 meter yang terpisah dengan bangunan rumah utama. Fungsinya dhurung ini untuk menerima tamu yang sifatnya nonformal atau sekadar bersantai dan beristirahat setelah pulang bekerja.
Selain sebagai tempat istirahat dhurung juga difungsikan sebagai lumbung padi atau hasil panen lainnya yang diletakan pada bagian atasnya. Jika dilihat sekilas, dhurung ini mirip gazebo pada rumah-rumah moderen saat ini.
Bagian rangka dan papan dudukan terbuat dari kayu. Sedangkan atapnya terbuat dari rumbia yang dalam bahasa bawean disebut dheun. Kayu yang digunakan biasanya kayu jati atau kayu lokal yang ada disekitar Bawean.
Bagian yang cukup menarik dari dhurung ini yakni pada ukiran di beberapa bagian seperti tiang serta adanya jhelepang yaitu semacam jebakan atau penghambat tikus sehingga dapat melindungi lumbung padi.
Editor: Ihya Ulumuddin