Purple Day, Warga Diajak Hapus Stigma Negatif pada Penderita Epilepsi
SURABAYA, iNews.id – Stigma negatif tentang epilepsi atau ayan masih melekat di masyarakat. Sampai saat ini orang masih menganggap epilepsi adalah penyakit menular dan tak bisa disembuhkan. Akibatnya, penderita epilepsi sering menjadi korban. Dia dijauhi dan dikucilkan dari
lingkungan sosial.
Guna mengubah stigma tersebut, keluarga besar SNeI National Hospital menggelar kampanye simpatik di Jalan Raya Darmo, Minggu (8/4/2018). Kegiatan dalam rangka Purple Day atau hari epilepsi se-dunia ini digelar dengan cara melepas merpati dan pembagian balon berisi ajakan
untuk berempati kepada penderita.
“Penderita epilepsi seringkali tertutup. Mereka seringkali malu dan minder. Semua ini adalah buah dari stigma buruk masyarakat. Karenanya, ini harus disadarkan,” kata Dokter spesialis saraf SNeI National Hospital dr Heri Subianto, Minggu (8/4/2018).
Heri berharap, melalui Purple Day kali ini masyarakat tersadarkan. Lebih dari itu, kegitan tersebut juga untuk menggalang solidaritas dan membangun dukungan pada penderita epilepsi untuk mau speakout (berbicara di muka umum). Membantu dalam dukungan terapi, baik obat-obatan, maupun operasi.
“Selama ini, pasien maupun keluarganya merasa malu karena menderita penyakit ini. Mereka menganggap epilepsi sebagai gangguan mental. Padahal, lebih dikarenakan adanya konslet di otak. Jika bagian yang konslet tersebut disembuhkan, tentu penyakit tersebut bisa disembuhkan atau setidaknya mengurangi intensitas kejangnya. Ini bergantung pada jenis epilepsi yang diderita,” tuturnya.
Dokter spesialis saraf di Comprehensive Epilepsi Center National Hospital, dr Neimy Novitasari mengatakan di rumah sakit tempatnya bekerja pasien epilepsi ditangani secara komprehensif. “Kami berusaha menangani pasien secara komperehensif. Yaitu dari mulai awal kejang
kita lakukan penelusuran riwayat kejang , faktor pencetus, pemeriksaan saraf secara intensif. Untuk mengevaluasi kejang kita memerlukan alat yang disebut ictal video EEG,” katanya.
Sekilas Heri menjelaskan sejarah Purple Day dimulai tahun 2008 oleh seorang anak berusia 9 tahun. Adalah Cassidy Megan dari Nova Scotia, Canada, dengan bantuan Asosiasi Epilepsi Nova Scotia (EANS), Cassidy memilih warna ungu bunga Lavender sebagai warna internasional untuk epilepsi.
Bunga Lavender diasosiasikan sebagai lambang kesendirian dan kesepian perasaan para pasien epilepsi. Tujuan Cassidy untuk orang-orang yang menyandang epilepsi dimana pun berada mengetahui bahwa mereka tidak sendiri.
Bahkan, lanjut dia ada pasien epilepsi yang bisa sampai gagal menikah. “Keluarga pasien malu karena anggota keluarganya ada yang menderita epilepsi. Keluarga saja malu, apalagi pasien. Ini yang harus kita ubah. Mereka tidak sendiri. Kita ada untuk bersama-sama memberi dukungan,” tegas Heri.
Berkaitan dengan kesembuhan pasien epilepsi, Heri mengatakan tiap kesembuhan pasien berbeda. Tergantung pada jenis epilepsi yang diderita. Jenis General Epilepsi memiliki tingkat kesembuhan tidak besar. Tapi dengan terapi, bisa mengurangi frekuensi kejang. Fokal Epilepsi memiliki tingkat harapan sembuh 60-80% lebih baik daripada jenis pertama. Selanjutnya Temporal Epilepsi, melalui terapi obat dan operasi, pasien memiliki tingkat kesembuhan 70-80% bisa bebas dari kejang.
Editor: Kastolani Marzuki