SURABAYA, iNews.id – Penyelesaian sengketa perniagaan di Kota Surabaya melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) di Surabaya masih rendah. Sejak berdiri tahun 1981, baru 70 kasus yang ditangani BANI perwakilan Surabaya.
Selain tingkat kesadaran pengusaha, nilai berperkara yang cukup besar juga disebut menjadi salah satu alasannya. Hal ini terungkap dalam acara dialog pada peringatan ulang tahun BANI ke-38, Selasa (19/11/2019).
Dalam kegiatan itu, banyak pengusaha mengeluhkan biaya perkara lewat arbitrase yang cukup tinggi. Karena itu, mereka lebih memilih pengadilan umum, kendati prosesnya cukup lama.
"Surabaya memang masih di bawah Jakarta. Sebab, Surabaya merupakan kota kedua. Walau begitu, Surabaya terbilang cukup baik dibanding perwakilan BANI lainnya," ujar Ketua BANI Perwakilan Surabaya Hartini Mochtar Kasran, Selasa (19/11/2019).
Hartini menampik biaya berperkara lewat BANI mahal. Menurutnya, biaya tersebut sudah sesuai standar yang ditetapkan BANI Arbitration Centre.
"Itu (biaya) ada tabelnya. Tergantung nilai perkara. Tetapi kami di Surabaya pernah menentukan biaya cukup rendah, di bawah ketentuan," katanya.
Hartini menyebutkan, selama ini, rata-rata biaya perkara di Arbitrase bervariasi, antara Rp300 juta sampai Rp500 juta. Sementara mayoritas sengketa jauh di atas nilai tersebut.
"Berbagai perkara sudah kami sidangkan. Di antaranya pengurusan asuransi. Ini yang menggugat perusahaan asuransi dari luar negeri," katanya.
Hartini menutukan, sekalipun berbasis di Surabaya, BANI Surabaya tetap berlaku obyektif dalam menyelesaikan sebuah perkara.
"Seperti pada perkara asuransi itu. Pada akhirnya, klien asuransi bisa mendapat klaim sesuai dengan premi yang diberikan," tuturnya.
Bahkan dari sisi waktu, persidangan di BANI juga relatif singkat. Sebab perundangan mengamanatkan masa sidang di badan arbitrase maksimal 180 hari. Selain itu, putusan di BANi bersifat final dan mengikat (final and binding).
"Biasaya, kalau sudah ada putusan dari BANI, maka menjadi final. Ketika mengajukan ke lembaga lain, misalnya pengadilan, akan ditolak," ujarnya.
Editor: Donald Karouw