Kisah Kumpulan Komunitas di Tulungagung Gelar Razia Perut Lapar di Masa Pandemi
TULUNGAGUNG, iNews.id – Kumpulan komunitas di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, menggelar razia perut lapar. Berbekal uang patungan yang dikumpulkan, mereka membeli nasi bungkus ataupun beras untuk kemudian dibagikan ke warga terdampak PPKM Level 4.
Sasaran mereka di antaranya tukang parkir, tukang becak, penjaga palang pintu kereta, pedagang makanan keliling, tuna wisma, termasuk keluarga pasien rumah sakit.
Inisiator razia perut lapar, Koko Thole mengatakan, banyak komunitas dengan latar belakang beragam yang ikut bergabung dalam razia perut lapar.
“Ada pekerja kreatif dan seniman. Komunitas sepeda motor, komunitas pemilik kedai kopi, termasuk para pelanggannya. Sejak pemberlakuan PPKM Darurat, mereka merasa senasib sepenanggungan. Sama-sama terpukul secara ekonomi,” katanya, Kamis (5/8/2021).
Dia menjelaskan, para seniman kehilangan job manggung. Kesempatan pentas di kafe, dua kali dalam sepekan juga kini tidak ada lagi. Sebab, aturan PPKM Level 4 tegas melarang adanya pentas yang bisa memicu kerumunan. Begitu juga dengan pekerja kreatif beserta vendor-vendor yang selama ini mengikuti.
“Tidak ada lagi garapan. Sejak pandemi banyak seniman dan pekerja kreatif di Tulungagung yang terpaksa banting stir ke sektor ekonomi lain. Menjadi pengojek online, berdagang online, pulang ke desa untuk menjadi petani atau buruh tani,” katanya.
Tidak sedikit dari para pekerja seni, kata dia, yang akhirnya menganggur lantaran usaha mereka terkendala PPKM Level 4. "Kalau saya lebih menekuni kedai kopi atau kafe," kata Koko.
Di sektor warung kopi kondisinya juga tidak jauh beda. Usaha warung kopi, kedai atau kafe juga tidak bisa diandalkan.
Di malam hari, seluruh pedagang malam di Tulungagung maksimal hanya boleh buka hingga pukul 20.00 Wib. Bila kedapatan melanggar, akan ditutup paksa. Mulai pukul 20.00 Wib, lampu penerangan jalan umum, juga dimatikan. Sehari ada yang beli sepuluh cangkir kopi saja, kata Koko sudah untung.
Mereka merasa telah dimiskinkan secara sistematis. Kendati demikian, orang-orang yang tergabung dalam komunitas ini melihat, masih banyak kelompok sosial yang kondisinya lebih parah. Kelompok miskin kota yang harusnya menjadi tugas negara untuk membantu.
Dari situ, kata Koko kemudian terbit gagasan menggalang dana bantuan yang berkonsep "Rakyat Bantu Rakyat".
Diawali tiga orang. Yakni Koko, Pendik Herlambang dan satu teman dekat lainnya. Masing-masing merogoh uang receh Rp 5000-an, sesuai harga satu nasi bungkus. Menurut Pendik, melalui platform digital, gagasan Razia Perut Lapar kemudian disosialisasikan. Tidak hanya di komunitas seniman, pekerja kreatif, dan klub sepeda motor.
Tapi juga kepada para pemilik kedai kopi, warung kopi dan kafe. Pendik sendiri berlatar sebagai pemilik kedai kopi kecil di Kepatihan, Kota Tulungagung. "Dalam waktu dua minggu terkumpul uang kurang lebih Rp 9 juta dan beras sebanyak empat kuintal," kata Pendik.
Komunitas juga mendirikan dapur umum untuk memasak bahan-bahan makanan mentah yang berasal dari donasi.
Menurut Pendik, sebagian besar warga merasa berterima kasih saat mendapat uluran nasi bungkus atau paket beras.
Editor: Kastolani Marzuki