Kisah Drama Fatimah dan Perjuangan Kakek Anies Baswedan yang Gemparkan Surabaya
SURABAYA, iNews.id – Pementasan drama Fatimah menggemparkan publik Hindia Belanda (Indonesia), terutama di Surabaya, Jawa Timur. Pementasan itu tiba-tiba dilarang, kendati tiket telah ludes terjual ke masyarakat.
Larangan muncul setelah sejumlah wulaiti, yakni sebutan untuk orang-orang Arab totok di Hindia Belanda menyampaikan protes keberatan kepada PID (Politieke Inlichtingen Dienst) atau badan intelijen politik kolonial Belanda. Penolakan terutama datang dari perwakilan organisasi Al-Irsyad, Al-Khairiyah, dan Rabithah Alawiyah.
“Wulaiti, khususnya adalah pihak yang menentang pementasan Fatimah,” demikian dikutip dari buku Mencari Identitas (2019).
Opera Fatimah yang pertama kali dipentaskan di Kongres ketiga PAI (Persatuan Arab Indonesia) April 1938 di Semarang, meraih sukses besar. Penonton, anggota PAI dari seluruh penjuru Hindia Belanda menyambut antusias.
Drama Fatimah merupakan karya Hoesin Bafagih, salah seorang tokoh PAI kelahiran Surabaya. PAI berdiri 5 Oktober 1934 di Semarang yang kelahirannya diprakarsai oleh A.R Baswedan, yakni pahlawan kemerdekaan nasional yang juga kakek Anies Baswedan mantan Gubernur DKI Jakarta.
PAI berisi orang-orang Arab keturunan campuran atau muwallad yang lahir di Indonesia. Mereka menegaskan Indonesia sebagai identitas kebangsaan, tanah air sekaligus tumpah darah, bukan Hadramaut (Yaman selatan).
Editor: Ihya Ulumuddin