Kisah Bilal, Difabel Asal Banyuwangi Sukses Raup Cuan Lewat Kerajinan Barong

BANYUWANGI, iNews.id - Menjadi penyandang disabilitas atau difabel tak membuat Mustaqbilal (41) hanya berpangku tangan dan menyerah pada keadaan. Warga Kelurahan Bakungan, Banyuwangi itu, pantang menyerah menjadi perajin barong meski memiliki keterbatasan fisik.
Sebelum sukses memahat barong, dia mengaku pernah menjadi korban penipuan oleh orang dari Madura yang sempat mengajaknya bekerja di Kalimantan pada 2009 lalu. Kala itu, dia diajak bekerja menjadi penjaga toko kitab.
Namun setiba di sana, dia justru dipekerjakan sebagai pengemis. Hal yang bertolak belakang dengan jiwanya.
Dia mengaku tidak bisa melawan karena mendapat ancaman. Namun dalam satu momen dia akhirnya bisa melarikan diri dan pulang ke Banyuwangi.
"Dulu diminta ngemis setiap hari saya hanya bisa nurut. Saya ga diberi uang cuma diberi makan, tapi syukur akhirnya bisa lolos dan berkat bantuan orang akhirnya bisa pulang ke Banyuwangi," kata Mustaqbilal saat ditemui iNews.id, Sabtu (11/2/2023).
Dia pun membuktikan keterbatasan fisik bukan menjadi penghalang hidup mandiri dan menghasilkan karya yang menarik serta bermanfaat. Puncaknya sekitar 20 tahun lalu, dengan kondisi tangan kanan dan kedua kakinya yang tak sempurna, dia bertekad untuk belajar memahat.
"Saya belajar otodidak melihat kerja kakak yang juga ahli memahat. Belajar memahat sudah 20 tahun lalu," kata Bilal, sapaan akrabnya.
Awalnya dia mengaku kesulitan menggunakan peralatan memahat itu. Apalagi dengan kondisi fisiknya yang tak sempurna. Tetapi hal itu tak menyurutkan semangatnya untuk belajar lebih lagi.
Seiring berjalannya waktu, pria satu anak ini akhirnya bisa menemukan formula tepat. Sehingga pengerjaan pahatannya kian mudah.
Dia mengikatkan palu pada lengannya. Alat pahat dipegang di tangan kiri yang masih utuh. Sementara untuk gergaji dia menggunakan model portabel.
"Awalnya ya perlu penyesuaian saat ini sudah lancar. Ini saya kerjakan sendiri. Dulu awal-awal proses pembuatan bisa sampai 10 hari, saat ini 4 hari sudah selesai bahkan sampai tahap finishing," ujarnya.
Dari proses belajar dan bimbingan kakaknya inilah, dia kemudian mencoba membuat karya-karya sendiri berukuran kecil terlebih dahulu. Perlahan tapi pasti, karyanya banyak disukai orang lain yang membuatnya kian termotivasi lagi.
"Dulu miniatur kecil-kecil ada yang suka lalu dibeli dengan harga Rp 5 ribu," kata dia.
Sementara untuk membuat Barong Kumbo khas Banyuwangi dengan ukuran besar, ia tidak bisa melakukannya sendiri. Mengingat saat proses pembuatan barong itu, memerlukan gergaji mesin ukuran besar menyesuaikan bentuk ukuran Barong Kumbo.
"Dulu pernah dapat job mengerjakan Barong Kumbo, itu pengerjaannya lumayan berat," kata Ketua Seni Jaranan Lingkungan Karangasem itu.
Sementara untuk jenis kerajinan pahatan yang lebih kecil dan mudah seperti Barong Devil dan Barong Macanan, dia mampu mengerjakan sendiri. Hasil karya Bilal pun dikagumi banyak orang.
Bahkan dia sempat mengerjakan trofi untuk kejuaraan selancar dunia bertajuk World Surf League 2022 yang sempat diadakan di Kabupaten Banyuwangi. Saat itu, kata Bilal, trofi berbentuk barong.
"Bentuknya barong dan saya bangga karena jadi trofi untuk pemenang lomba selancar kelas dunia," katanya.
Pesanan pun berdatangan tak hanya dari masyarakat sekitar Banyuwangi, melainkan hingga Papua. Dalam sebulan dia mengaku bisa mengerjakan 10 pesanan barong berukuran sedang.
"Kalau orderan tiap bulan bervariasi, paling banyak pernah mencapai 10 orderan sebulan. Kalau pas sepi ya sepi banget kayak pas corona. Pas ramai ya lumayan. Untuk harga bervariatif untuk Barong Devil dan Barong Macanan antara Rp2 juta hingga Rp3 juta, Barong Kumbo Rp12 juta," katanya.
Ketika pesanan sepi, Bilal menyiasatinya dengan mengerjakan pesanan miniatur dan souvenir yang datang dari toko-toko artshop.
"Untuk souvenir dihargai Rp50.000 hingga Rp100.000 per satuannya," kata dia.
Editor: Rizky Agustian