Gunung Raung 8 Kali Gempa Tektonik Jauh Pascaerupsi, Warga Dilarang Dekati Puncak

BANYUWANGI, iNews.id - Gunung Raung kembali normal setelah erupsi, Rabu (27/7/2022). Berdasarkan catatan Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Gunung Raung, aktivitas vulkanis dan kegempaan kembali turun, meski sempat terjadi delapan kali gempa tektonik jauh.
Petugas Pos PGA Gunung Raung Burhan Alethea mengungkapkan, dari pengamatan visual di pos sejak Rabu (27/7/2022) hingga Kamis dini hari cuaca tampak berawan dan mendung, sehingga puncak gunung tidak terlihat jelas.
"Gunung api terlihat jelas hingga tertutup kabut 0-III. Asap kawah tidak teramati. Cuaca berawan hingga mendung, angin lemah ke arah utara dan selatan. Suhu udara sekitar 18-30°C," kata Burhan, saat dikonfirmasi MNC Portal pada Kamis (28/7/2022).
Burhan menjelaskan dari data yang dilaporkan hingga Kamis dini hari terjadi empat kali aktivitas kegempaan letusan atau erupsi dengan amplitudo 24-32 mm. Sementara lama gempa mencapai 71-173 detik dan 7 kali gempa hembusan dengan amplitudo 2-11 mm, dan lama gempa 19-57 detik.
"Delapan kali gempa tektonik jauh dengan amplitudo 3-28 mm, S-P 19-47 detik dan lama gempa 72-194 detik. Satu kali gempa tremor menerus dengan amplitudo 0.5-5 mm, dominan 0.5 mm," ujarnya.
Masyarakat dan wisatawan pun diminta untuk tidak mendekati kawasan puncak kawah dan berkemah di sekitar puncak kaldera. Hal ini demi menghindari potensi adanya bahaya-bahaya gas-gas vulkanik yang dapat membahayakan jiwa manusia.
"Secara keseluruhan tingkat aktivitas Gunung Raung masih di level I atau normal," katanya.
Diketahui, Gunung Raung dinyatakan erupsi dengan mengeluarkan material abu vulkanik. Pos PGA Gunung Raung mencatat erupsi terjadi pada pukul 17.19 WIB hingga 17.28 WIB, pada Rabu sore (27/7/2022).
Material abu vulkanik meluncur ke arah barat dan barat laut menuju tiga kabupaten yakni Kabupaten Banyuwangi, Jember, dan Bondowoso, yang berakibat hujan abu. Namun hingga kini petugas pos PGA Gunung Raung masih menempatkan gunung setinggi 3.322 Mdpl ke dalam level I atau normal.
Editor: Ihya Ulumuddin