Eks Wali Kota Blitar Samanhudi Dituntut 5 Tahun Penjara Kasus Perampokan Rumah Dinas
SURABAYA, iNews.id - Mantan Wali Kota Blitar, Muhammad Samanhudi Anwar dituntut lima tahun penjara dalam kasus perampokan rumah dinas (rumdin) Wali Kota Blitar. Mantan orang nomor satu di Kota Blitar itu dianggap bersalah menganjurkan lima terdakwa (berkas terpisah) untuk melakukan pencurian dengan kekerasan di rumdin Wali Kota Blitar, Santoso pada pada 12 Desember 2022 silam.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Syahrir Sagir, menilai Samanhudi terbukti menjadi pemberi informasi ke komplotan perampok. Atas perbuatannya, terdakwa dijerat Pasal 365 ayat (2) ke-1, ke-2 dan ke-3 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP.
“Menuntut agar Pengadilan Negeri Surabaya yang mengadili dan memutus perkara ini menyatakan terdakwa Muhammad Samanhudi Anwar terbukti bersalah. Menjatuhkan pidana penjara pada terdakwa Muhammad Samanhudi Anwar dengan pidana penjara selama lima tahun," kata JPU, Syahrir dalam sidang di PN Surabaya, Selasa (5/9/2023).
Tuntutan tersebut berdasarkan dua pertimbangan. Pertimbangan memberatkan, terdakwa pernah dihukum dan perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat. Sementara yang meringankan terdakwa sopan dan mengakui perbuatannya.
Usai mendengar tuntutan, Samanhudi meminta majelis hakim untuk kembali dihadirkan ke dalam sidang secara langsung atau offline. Sebab, dia ingin menyampaikan nota pembelaan atau pleidoi secara langsung. "Izin yang mulia, saya akan bacakan pembelaan saya pribadi di depan majelis secara offline," katanya.
Namun, Ketua Majelis Hakim Abu Achmad Sidqi Amsya menolak permintaannya tersebut. Menurutnya, Samanhudi tetap mengikuti sidang secara daring karena jaringan normal dan suara yang terdengar jelas. "Jadi silakan saudara menyampaikan dalam sidang secara online," katanya.
Sementara itu, penasihat hukum Samanhudi, Hendru Purnomo dan Wahyudin meminta waktu sepekan untuk mempersiapkan nota pembelaan.“Tidak ada rasa sakit hati terdakwa pada Santoso. Rumor itu muncul karena adanya orasi dan dinilai bahwa itu sebagai bahasa sakit hati,” kata Hendru Purnomo.
Editor: Ihya Ulumuddin