Awal Mula Masuknya Tionghoa di Malang hingga Sejarah Kelenteng Eng An Kiong

MALANG, iNews.id - Sejarah awal mula warga etnis Tionghoa di Malang, Jawa Timur. Pada catatan sejarah, kisah ini berawal dari puluhan keluarga asal dataran China yang merantau hingga tiba di Malang lebih dari 2 abad lalu.
Pada akhirnya, mereka mendirikan sebuah bangunan tempat ibadah kaum Tionghoa yakni Kelenteng Eng An Kiong di Malang.
Ketua Pengelola Yayasan Kelenteng Eng An Kiong Malang Rudi Phan menjelaskan, kedatangan para leluhur dari dataran China ini berasal dari beragam wilayah di Negeri Tirai Bambu. Mereka datang ke beberapa wilayah Nusantara ada yang ke Pulau Jawa, hingga tiba di Malang.
"Yang tiba di Malang banyak, ada banyak suku. Ini macam-macam suku, semua suku, ini misalnya Phan. Total ada sekitar 56 suku dari sana (China)," ujar Rudi Phan saat ditemui iNews.
Dia mengatakan, para keturunan Tionghoa ini juga berasal dari beragam marga. Dia mencontohkan dari marganya Phan, kemudian ada dari marga orang Hokkian dan banyak lainnya namun dia tidak terlalu hafal.
"Kelenteng Eng An Kiong ini didikan pada 1825, artinya mereka datang sebelum itu. Datang menetap di Malang sini. Jadi mereka kan pengen mencari Tuhan-Nya, mendekatkan diri kepada Tuhan, makanya mendirikan kelenteng ini," katanya.
Pendatang dari China ini mengarungi samudra hingga tiba di beberapa kota di Pulau Jawa, mulai dari Semarang, Tuban dan Surabaya. Sisanya sebagian menuju Malang dan membuat perkumpulan serta bermukim di Malang. Tak heran secara keterikatan sejarah dan budaya ada perkembangan kaum Tionghoa di Malang dengan Jawa Tengah.
"Sejak datang bawa (keluarga) dan beranak pinak di sini. Mereka berdagang, dulu naik perahu ratusan tahun lalu, laut masih tenang, nggak ada polusi nggak ada apa-apa, jadi berani dan menempati di pesisir pantai, Semarang, Surabaya, Tuban sampai sini juga," ucapnya.
Para pendatang etnis Tionghoa itu awalnya menggeluti bidang perdagangan dan usaha. Keuletan dan kerja keras sebagai sifat leluhur Tionghoa membuat masyarakatnya lambat laun sukses secara ekonomi.
"Datang ke sini berdagang dulu, sudah ratusan tahun di sini. Ya sekitar lebih 2 abad. Jadi sudah banyak generasinya, kan udah 200 tahun lebih," ujarnya.
Dari sanalah mereka akhirnya membuat sebuah bangunan tempat ibadah Kelenteng Eng An Kiong yang awalnya hanya sebuah bangunan yang sederhana. Lambat laun proses renovasi dan pembangunan para donatur dari kaum Tionghoa ini, iuran dan menyedekahkan sebagian hartanya untuk pembangunan kelenteng.
"Donatur ini dibuatkan plakat, dituliskan namanya, ini ada nama marga, jadi ada ratusan donatur istilahnya. Ada yang nggak dituliskan nama, makanya ini dikosongkan plakatnya," ujarnya.
Rudi menambahkan, total ada dua plakat lama yang membuat jumlah donatur pendirian Kelenteng Eng An Kiong yang kabarnya menelan biaya awal renovasi hingga satu Gulden. Ada tiga keyakinan agama yang beribadah di kelenteng ini, yakni Konghucu, Buddha dan Tao.
Khusus agama terakhir itu disebutnya merupakan keyakinan agama dari nenek moyang leluhur di China.
"Ada beberapa renovasi jadinya, nggak langsung besar kayak gini. Ngumpulkan duitnya untuk eksistensi dan renovasi kelenteng dulu," katanya.
Sejarah pendirian Kelenteng Eng An Kiong Malang. Klik halaman selanjutnya untuk membaca artikel ini>>>
Editor: Donald Karouw