Asal Usul Banyuwangi dan Kisah Kesetiaan Seorang Istri pada Suaminya
JAKARTA, iNews.id - Asal usul Banyuwangi selalu dikaitkan dengan dongeng Surati. Istri Raden Banterang itu meninggal secara dramatis demi menunjukkan kesetiannya kepada suami tercinta.
Dikisahkan, pada zaman dahulu, di ujung kawasan Jawa Timur ada seorang raja yang memerintahkan dengan adil dan bijaksana. Raja memiliki seorang putra pemberani bernama Raden Banterang.
Kegemaran Raden Banterang yakni berburu. Suatu pagi, Raden Banterang pergi berburu di hutan. Raden Banterang dan beberapa pengiringnya memasuki hutan.
Ketika Raden Banterang sedang berjalan sendirian di hutan, dia melihat seekor rusa lewat. Dia dengan cepat mengejar rusa jauh ke dalam hutan. Dia kemudian dipisahkan dari rombongannya.
Raden Banterang menembus jauh ke dalam hutan dan mengejar Rusa. Namun, tidak ada binatang yang ditemukan. Sebaliknya, dia malah menemukan sebuah sungai dan seorang gadis yang cantik.
Gadis yang berasal dari kerajaan Klungkung itu bernama Surati. Diketahui ia berada di sungai karena menyelamatkan diri dari musuh karena ayahnya gugur saat memperjuangkan mahkota kerajaan.
Setelah mendengar itu, Raden Banterang langsung menolong dan membawanya pulang ke Istana. Tidak butuh waktu lama mereka berdua akhirnya menikah dan membangun keluarga bahagia.
Suatu hari, saat sedang jalan-jalan sendiri ke luar Istana, puteri Raja Klungkung dipanggil oleh laki-laki yang memakai pakaian dengan berantakan. Setelah orang itu diamati, ternyata itu merupakan kakak kandungnya yang bernama Rupaksa.
Tujuan Rupaksa datang yakni mengajak adiknya untuk membalas dendam. Namun, dia menolak ajakan kakak kandungnya sebab Surati merasa telah berhutang budi. Hal itu membuat sang kakak marah dengan jawaban adiknya.
Rupaksa memberikan sebuah kenangan berupa ikat kepala dan menyuruhnya untuk disimpan di bawah tempat tidur. Suatu hari Raden Banterang berburu di tengah hutan, saat sedang mengejar seekor hewan buruannya, dia diadang oleh seorang laki-laki yang berpakaian berantakan.
Kemudian laki-laki itu berkata kepada Raden Banterang bahwa ia sedang dalam bahaya sebab istrinya merencanakan membunuh Raden Banterang. Tentu awalnya Raden Banterang tidak mempercayainya.
Namun, sebelum laki-laki itu pergi dari hadapan Raden Banterang, dia mengatakan untuk melihat di bawah tempat tidur istrinya. Mendengar itu, Raden Banterang bergegas kembali ke Istana dan langsung menuju ke tempat tidur istrinya. Benar saja Raden Banterang menemukan ikat kepala yang diberitahu oleh laki-laki itu.
Lalu, Raden Banterang langsung menuduh Surati bahwa dia akan merencanakan membunuh dirinya dengan menggunakan ikat kepala tersebut. Surati tidak terima dituduh untuk membunuh suaminya sendiri.
Tetapi, pembelaan itu sia-sia dan Raden Banterang tetap pada pendiriannya bahwa istrinya yang dulu pernah ditolong akan membahayakan hidupnya. Karena Raden Banterang merasa terancam, dia berniat lebih dahulu untuk mencelakakan istrinya dengan cara menenggelamkannya di sebuah sungai.
Saat tiba di sungai Raden Banterang menceritakan kejadian bertemu laki-laki saat di hutan, begitu pun sang istri yang menceritakan pertemuannya dengan seorang laki-laki yang memakai baju berantakan. Meskipun sudah menjelaskan, Raden Banterang percaya bahwa istrinya akan mencelakakan dirinya.
Sang istri sampai bersumpah bahwa ia rela mati demi keselamatan suaminya dan meminta kesempatan untuk menceritakan lebih detail tentang pertemuan ia dengan sang kakak bernama Rupaksa. Ia juga sudah menjelaskan bahwa yang akan membunuh adalah kakaknya dan Suranti diminta bantuan tetapi ia sudah menolaknya.
Sang istri pun berkata terakhir kalinya bahwa jika air sungai ini menjadi bening dan wanginya harum berarti Suranti tidak bersalah. Tetapi, jika airnya tetap keruh dan bau busuk berarti Suranti bersalah.
Raden Banterang masih tidak mempercayai ucapan istrinya. Kemudian Raden Banterang dengan cepat melingkarkan keris di pinggangnya. Pada saat bersamaan, Suranti melompat ke tengah sungai dan menghilang.
Tidak butuh waktu lama, keajaiban pun terjadi. Wangi harum langsung merebak di sekitaran sungai. Melihat kejadian tersebut, Raden Banterang menyesalinya dan meratapi kematian istrinya.
Sejak saat itu, sungai tersebut menjadi wangi. Dalam bahasa Jawa disebut Banyuwangi. Banyu artinya air dan wangi artinya harum. Nama Banyuwangi kemudian menjadi nama Kota Banyuwangi.
Itulah asal-usul Banyuwangi yang ternyata dibalik kisah tersebut merupakan bukti kesetiaan seorang istri kepada suaminya dan jadilah nama kota Banyuwangi.
Editor: Ihya Ulumuddin