Angka Perceraian di Jatim Meningkat Tajam selama Pandemi, Ini Penyebabnya
SURABAYA, iNews.id – Angka perceraian di Jawa Timur (Jatim) cukup tinggi selama pandemi Covid-19. Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Jatim hingga September 2020, total perceraian di Jatim mencapai 55.747 kasus.
Jumlah tersebut meningkat tajam dibanding tahun 2019. Tahun lalu, kasus perceraian hanya tercatat 8.303 kasus.
Kepala DP3AK Jatim, Andriyanto mengatakan, penyebab perceraian cukup bergam. Namun sebagian besar karena persoalan ekonomi dan ketidakcocokan. Karena dua alasan ini, banyak pasangan memilih jalan pintas berupa perceraian.
“Ini memang memprihatinkan. Akibat perceraian ini, suka tidak suka, mau tidak mau, yang terdampak adalah anak-anak,” katanya, Selasa (3/11/2020)
Andriyanto mengatakan, umumnya, kasus perceraian berdampak pada penelantaran anak. Sebab, ketika orang tua berpisah, pengasuhan anak terbengkalai. “Pada konteks perlindungan anak, akan muncul kasus penelentaran anak, pengasuhan anak yang rendah dan kasus traficking anak,” ujarnya.
Selain soal angka perceraian yang tinggi, DP3AK Jatim juga mencatat kekerasan perempuan dan anak sepanjang tahun ini meningkat. Data Sistem Informasi Online Kekerasan Ibu dan Anak (Simfoni) menyebutkan, hingga 2 November 2020 sebanyak 1.358 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi.
Rata-rata dari kekerasan perempuan dan anak terjadi di dalam rumah tangga. Karena itu, dia bertekad untuk menyelesaikan kasus tersebut, mengingat selama pandemi Covid-19, banyak masyarakat yang beraktivitas dari rumah.
“Kalau dibiarkan akan menjadi konflik sosial hingga perceraian,” ujarnya.
Andriyanto mengatakan, dalam waktu dekat ini, pihaknya segera membuat tim pemulihan sosial. Dalam tim tersebut ada bidang konseling untuk keluarga sejahtera. Tim tersebut akan dibentuk di bakorwil-bakorwil yang ada di Jatim.
“Layanan bisa online dan offline, yakni, untuk melayani pengendalian penduduk, ketahanan keluarga dan terapi stres anak pada pendidikan,” katanya.
Editor: Ihya Ulumuddin