4 Fenomena Langka di Taman Nasional Alas Purwo, Jarang Ditemui di Tempat Lain
                
            
                JAKARTA, iNews.id - Inilah fenomena langka di Taman Nasional Alas Purwo yang jarang kamu temui di tempat lain. Taman Nasional Alas Purwo terletak di Banyuwangi, Jawa Timur.
Kawasan ini dikenal sebagai tanah tertua di Pulau Jawa. Hal ini menjadikan kawasan seluas 44.037 hektar ini diidentikkan sebagai tempat angker dan penuh misteri.
                                    Meski begitu, ternyata kawasan Taman Nasional Alas Purwo ini menyimpan banyak hal menarik yang jarang ditemui di tempat lain.
Dirangkum dari berbagai sumber, inilah empat fenomena langka yang bisa kamu temukan di Taman Nasional Alas Purwo.
                                    Savana Sadengan merupakan savana buatan yang berfungsi sebagai tempat padang penggembalaan (feeding ground) di Taman Nasional Alas Purwo.
Pembuatan feeding ground di Savana Sadengan bertujuan untuk menyediakan habitat bagi mamalia besar diantaranya Banteng (Bos javanicus), Kijang (Muntiacus muntjak), Rusa (Cervus timorensis), Babi Hutan, Ajag dan berbagai jenis burung seperti Merak Hijau (Pavo muticus) dan Jalak Putih.
                                    Wisatawan yang ingin menyaksikan kehidupan satwa liar di taman nasional ini bisa mendatangi Savana Sadengan.
Sebagian besar kawasan Taman Nasional ini ditumbuhi dengan beragam jenis tumbuhan hutan tropis. Tercatat setidaknya terdapat 584 jenis flora yang tumbuh di kawasan Alas Purwo.
                                    Berdasarkan ekosistemnya, tipe hutan di taman nasional ini bisa dikelompokkan menjadi hutan pantai, hutan bambu, hutan bakau atau mangrove, hutan tanaman industri, hutan alam, dan juga padang penggembalaan atau feeding ground.
Fenomena langka di Taman Nasional Alas Purwo berikutnya adalah migrasi burung. Perpindahan burung yang berasal dari luar negeri (migrasi) ini biasanya berlangsung pada bulan Oktober hingga Desember.
                                    Migrasi burung ini biasanya disebabkan oleh faktor cuaca maupun ketersediaan bahan pangan di habitat asli burung-burung tersebut.
Editor: Komaruddin Bagja