Karenanya itu, dia pun sangsi atas keterangan dokter tersebut. "Logika umum saja, apakah kemudian terinjak-injak itu bisa menyebabkan seorang korban yang meninggal mengeluarkan busa, mukanya hitam, kemudian mengeluarkan air seni atau sperma, itu yang patut kita pertanyakan," katanya.
Atas dasar itulah, ketua Tim Advokasi Korban Tragedi Kanjuruhan (Tatak) ini menilai ada manipulasi atas hasil autopsi tersebut. Pihaknya pun mendukung keputusan Devi Athok Yulfitri untuk mengajukan permohonan autopsi ulang.
"Kita mempertanyakan lagi, atau mempersilakan atau memohon kembali untuk dilakukan autopsi ulang, disertai oleh dokter independen, dan pihak keluarga juga dipersilakan menyaksikan," ujarnya.
Dirinya meminta agar pelaksanaan autopsi benar-benar dibuka ke publik hasilnya. Tujuannya agar transparan mulai dari proses awal hingga kesimpulan hasilnya. Hal ini penting agar membuktikan apakah betul ada kesimpulan patah tulang iga dan tidak ada unsur kandungan gas air mata di jenazah dua korban.
"Kita ingin tahu ayah disaksikan ramai-ramai, transparansi, supremasi hukum harus ditegakkan, kalau nggak begini kapan Indonesia berbenah, Polri sudah bilang presisi kita harus tegak lurus untuk keadilan," katanya.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait