Gus Dur dan Sinta Nuriyah. (Foto/istimewa)

SURABAYA, iNews.id - KH Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur merupakan tokoh Muslim dan pemimpin politik yang menjadi Presiden Indonesia keempat dari tahun 1999 hingga 2001. Dia menggantikan Presiden BJ Habibie setelah dipilih Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil Pemilu 1999.

Di bawah kepemimpinannya, Indonesia menjadi negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan pluralisme. Almarhum meninggal dunia pada 30 Desember 2009 yang menyisakan duka mendalam bagi rakyat Indonesia. 

Kendati telah genap satu dekade kepergiannya, namun hingga kini makam Gus Dur yang berada di Kompleks Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng tiap tahun dikunjungi puluhan ribu peziarah. Mereka tidak hanya berasal dari Jawa Timur (Jatim), tapi juga seluruh penjuru Tanah Air.

Selain dikenal sebagai kiai dan pemimpin politik, ada banyak kisah dibalik sosok Gus Dur. Mulai dari sebagai pemimpin dan kiai yang suka mengeluarkan joke-joke segar hingga secuil kisah percintaannya dengan Sinta Nuriyah yang jarang diketahui banyak orang. 

Dalam Gus Dur: The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid (2017), Greg Barton menulis, 'Gus Dur sangat gemar menonton pertandingan sepakbola dan menonton film. Namun cucu dari pendiri ormas Nahdlatul Ulama (NU) itu tetaplah seorang penonton dan pemuda kutu buku'.

Terlebih lagi, Gus Dur tinggal dalam suatu dunia keagamaan yang secara nyata tidak menyetujui pemuda untuk bercinta dalam usia muda. Karena itu, walaupun sudah berusia 20-an tahun, Gus Dur belum pernah menjalin cinta, apalagi mempunyai pacar. Boleh dikatakan, semangat pemberontakan yang ada dalam dirinya disalurkan lewat kedekatannya yang singkat dengan Islam.

Di Jombang, Gus Dur mengalami suatu pertemuan yang jauh lebih penting daripada pertemuannya dengan karya-karya sastra pengarang-pengarang terkenal yang dibacanya dengan penuh gairah. Sebagai remaja, dia belum pernah mengalami kisah cinta.

Saat itu, perempuan-perempuan yang sempat digandrunginya hanyalah mereka yang ditatapnya dari layar perak. Namun, ketika dia mulai mengajar dalam madrasah di Tambakberas pada awal tahun 1960-an, Gus Dur mulai tertarik kepada seorang siswi yang bernama Nuriyah.

Gadis ini salah satu yang paling menarik di kelasnya. Dia cerdas dan berpikir bebas serta menarik perhatian sejumlah pemuda di lingkungan pesantren.

Oleh karenanya, cukup mengherankan apabila dia bisa tertarik pada sang guru yang agak canggung, seorang kutu buku, agak gemuk dan lagi pula mengenakan kacamata besar serta tebal.

Namun demikian, Nuriyah merupakan produk masyarakat pesantren dan seorang gadis kelahiran Jombang. Karena itu, tidaklah mudah baginya untuk menolak putra KH Wahid Hasyim. Bagi Nuriyah, Gus Dur bukanlah sama sekali tanpa daya tarik. Gus Dur menarik perhatiannya karena keintelekan dan juga tujuan hidupnya yang kuat. '

Hingga pada akhirnya, pada November 1963 Gus Dur berangkat ke Kairo, Mesir karena mendapatkan beasiswa dari Departemen Agama untuk belajar di Universitas Al-Azhar.

Selama tahun-tahun yang dihabiskan di Kairo, Gus Dur rutin terus berkorespondensi dengan Nuriyah. Surat-surat gadis ini datang secara teratur, ditafsirkannya sebagai tanda dia tidak sepenuhnya ditolak.

Nuriyah pandai berkorespondensi dan setelah lewat beberapa tahun, hubungan mereka menjadi lebih dalam dari sekadar persahabatan ketika mereka di Jombang. Kala itu, Nuriyah sering menolak pemberian buku dari Gus Dur.

Pada awalnya, hubungan Gus Dur dan Nuriyah tidak begitu mulus. Namun, hubungan itu menjadi lebih dalam karena korespondensi yang teratur.

Menjelang tahun 1966, keduanya merasa yakin mereka pasangan yang serasi. Atau lebih tepatnya, Nuriyah menerima Gus Dur sebagai teman hidupnya.

Pada satu tahap, Nuriyah sempat pergi ke tukang ramal untuk mencari tahu apakah Gus Dur benar-benar pemuda yang tepat baginya ataukah dia harus mencari pemuda lain? Tukang ramal itu memberikan jawaban jelas. 'Jangan mencari-cari lagi. Yang sekarang ini akan menjadi teman hidup Anda'.

Jawaban ini malah mengganggu pikiran Nuriyah karena dia belum yakin betul apakah dia benar-benar mencintai Gus Dur. Untunglah surat-surat yang diterimanya dari pemuda ini mengubah keadaan. Demikian juga karena pengalaman dan permenungan yang lebih banyak, dia menjadi yakin mengenai apa yang sebenarnya dia cari.

Nuriyah seseorang gadis yang menarik dan lincah. Banyak pemuda tertarik pada dirinya. Dan, Gus Dur sebenarnya bukanlah pemuda paling tampan yang pernah dikenalnya. Tetapi kepribadiannya yang halus dan pikirannya yang tajam, sebagaimana terbaca dari surat-suratnya, semakin membuatnya disukai oleh Nuriyah.

Akhirnya, pada pertengahan tahun 1966 Gus Dur menulis surat kepada Nuriyah. Gus Dur bertanya, apakah siap menjadi istrinya. Mula-mula jawaban Nuriyah masih mengambang. Dia menjawab 'Mendapatkan teman hidup bagaikan hidup dan mati. Hanya Tuhan yang tahu'.

Gus Dur tidak kecil hati dan tetap menulis surat kepadanya sambil menumpahkan kepada Nuriyah rasa putus asanya di Mesir dan apa yang telah dialaminya di negeri tersebut.

Bagi seorang yang jarang mau mengungkapkan rasa ragunya, apa lagi depresinya, apa yang secara jujur diungkapkan Gus Dur mengenai rasa khawatirnya itu merupakan suatu tindakan penting. Setelah menerima hasil ujian akhir pada pertengahan tahun 1966, Gus Dur menulis surat lagi kepada Nuriyah dan menumpahkan segenap perasaan sedih karena kegagalannya.

Kali ini ada kabar baik. Nuriyah segera membalas dengan kata-kata yang menghiburnya. 'Mengapa orang harus gagal dalam segala hal? Anda boleh gagal dalam studi, tetapi paling tidak Anda berhasil dalam kisah cinta'.

Hingga akhirnya, Gus Dur dengan segera menulis surat kepada ibunya untuk meminang Nuriyah. Mereka pun menikah dan memiliki empat anak, Alissa Qotrunnada, Zannuba Ariffah Chafsoh, Anita Hayatunnufus dan Inayah Wulandari.


Editor : Donald Karouw

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network