MALANG, iNews.id - Sosok Raja Singasari satu ini memang terkenal dengan kontroversinya. Selama memerintah di era Singasari, Kertanegara yang mengantarkan kejayaan kerajaannya juga kerap dikenal memecat pejabat istana.
Beberapa pejabat yang berseberangan dengannya langsung dia pecat dan diganti dengan sosok lainnya. Pada buku "Hitam Putih Ken Arok dari Kejayaan hingga Keruntuhan" tulisan Muhammad Syamsuddin, Kertanegara bahkan mengganti jabatan rakryan patih pada sosok Mpu Raganata.
Saat itu Mpu Raganata yang sebelumnya menjadi rakryan patih diturunkan jabatannya menjadi ramadhayaksa karena ada perbedaan dengan sang raja. Orang-orang yang ditunjuk sebagai penggantinya para pejabat yang dikenal sangat penurut.
Pengganti Mpu Raganata misalnya diisi oleh Kebo Anengah dan Panji Angragani. Sedangkan Arya Wiraraja yang terkenal sosok pembangkang akhirnya dimutasi jabatannya sebagai rakryan demung oleh Kertanegara.
Arya Wiraraja dimutasi menjadi Bupati Sumenep. Kelak Arya Wiraraja inilah yang akhirnya juga membantu Raden Wijaya untuk menumbangkan kekuasan Jayakatwang dari Kediri dan membangun Kerajaan Majapahit.
Bongkar pasang pejabat inilah yang menyebabkan banyak ketidakpuasan dari pejabat istana dan rakyat Singasari. Di antara yang merasa kecewa dengan perombakan tersebut Kalana Bhayangkara.
Akibat ketidakpuasannya, Bhayangkara pun melakukan pemberontakan pada tahun 1270. Dalam naskah Negarakertagama, Bhayangkara disebut sebagai Cayaraja, melakukan pemberontakan, tapi berhasil ditumpas oleh Raja Kertanegara.
Di Negarakertagama disebutkan pula terdapat pemberontakan Mahisa Rangkah pada tahun 1280. Mahisa Rangkah merupakan pejabat Kerajaan Singasari yang begitu dibenci oleh rakyat Singasari. Kedua pemberontakan ini berhasil diredam oleh Raja Kertanegara.
Kontroversi lainnya dari sosok Kertanegara yakni dia suka mabuk minum keras (miras). Konon kegiatan itu menjadi bagian dari ritual agama yang diyakininya.
Namun, dibalik kontroversinya, Kertanegara terjadi penyatuan antara agama Hindu aliran Syiwa dengan agama Buddha aliran Tantrayana. Kertanegara pun lebih popular disebut sebagai sosok Bhatara Siwa Buda.
Dikisahkan dalam naskah Negarakertagama Kertanegara telah menguasai semua ajaran agama Hindu dan Buddha. Hal itu pula yang menyebabkan nama Kertanegara disebutkan dalam naskah-naskah kidung sebagai manusia dan raja yang bebas dari segala dosa.
Hasilnya Kertanegara sering kali melakukan hal-hal yang dalam sudut pandang agama dikenal sebagai menyimpang.
Bahkan, Kertanegara juga diabadikan sebagai patung Jina Mahakshobhya (Buddha), yang hingga sekarang patung itu masih ada di Taman Apsari, Surabaya. Patung ini merupakan upaya mengenang sosok Kertanegara.
Patung tersebut sebelumnya berasal dari situs Kandang Gajak, Trowulan, yang pada tahun 1817 dipindahkan ke Surabaya oleh Residen Baron A. M. Th. de Salis. Patung tersebut oleh masyarakat sekitar disebut dengan sebutan Joko Dolog.
Singasari di bawah Kertanegara memiliki daerah kekuasaan yang luas. Misinya melakukan menaklukkan Pulau Sumatera menggunakan program Ekspedisi Pamalayu, merupakan salah satu kebijakan populernya.
Editor : Nani Suherni
Artikel Terkait