Menurut dia, gaya hidup di kos berbeda dengan teman-temannya yang relatif mapan. Siti harus berhemat agar tak membebani keluarga.
“Saya sampai mengalami yang namanya sehari puasa, sehari tidak (puasa Daud), dalam rangka menghemat perekonomian,” tuturnya.
Namun keadaan itulah yang membuatnya bertekad suatu saat harus menjadi orang sukses. Dia tidak ingin menyia-siakan kesempatan yang diberikan orangtua.
Siti menegaskan, keinginannya belajar serius hanya ingin membahagiakan orangtua dan kakak-kakanya yang selalu mendukung.
Sebagaimana kakaknya, Mahfud MD, Siti menuntaskan pendidikan sarjana dan pascasarna di bidang hukum. Dia pun memutuskan untuk berprofesi sebagai akademisi.
Berbagai karya dihasilkan antara lain, Perlindungan Hukum atas Merek Terkenal (2010), Dekonstruksi Akar Korupsi dari Pola Kemitraan Antara Jaksa dengan Pimpinan Daerah (2018), Perencanaan Pembangunan Nasional Model GBHN (2017), dan Dampak Revolusi Gaya Korupsi Terhadap Konstruksi Negara Hukum Indonesia (2016).
Bersama Bahrul Amiq, Siti Marwiyah turut membidani lahirnya firma hukum di Jalan Ngaglik, Tambaksari, Surabaya. Bagi Siti, hukum bukan dunia baru. Sejak 1996 dia juga telah berprofesi sebagai advokat.
Nama Siti sempat menjadi perhatian kala rumah orangtua Mahfud MD digeruduk ratusan orang saat pemerintah resmi menyatakan FPI bubar karena tak memiliki dasar hukum. Orang-orang yang diduga simpatisan FPI mendatangi dan melakukan intimidasi ke rumah orangtua Mahfud di Pamekasan.
Tak lama setelah kejadian itu, Siti Marwiyah melalui video pendek menyampaikan situasi yang terjadi. Dia juga menyebut ibundanya syok dengan kejadian tersebut.
Editor : Zen Teguh
Artikel Terkait