Menurutnya, beberapa pemeriksaan seperti MRI tes dan CT scan tes jarang kebanyakan jarang dilakukan di Indonesia. Padahal seharusnya pemeriksaan kesehatan sebelum pertandingan tinju di Indonesia, bisa dilengkapi dengan pemeriksaan MRI dan CT scan untuk memastikan kondisi bagian organ dalam sang petinju.
"Jadi Hero banyak bertanding di luar, tetapi regulasi di sana apakah diminta CT scan atau nggak, karena selama saya tidak bersama Hero Tito kalau di pertandingan luar negeri, apalagi kalau pertandingan WBC asia, kadang-kadang itu tidak diminta, ada negara yang meminta, ada yang tidak, khusus untuk Indonesia tidak diminta," ujarnya.
Dirinya pun menyarankan agar Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) dan Komisi Tinju Indonesia agar memperketat aturan pemeriksaan kesehatan, pasca kejadian meninggalnya petinju berusia 36 tahun Hero Tito. Dimana minimal ada pengetesan MRI, CT scan, HIV, dan Hepatitis untuk mengantisipasi adanya kemungkinan luka dalam atau kesehatan organ dalam tubuh yang terganggu, sebelum pertandingan.
"Ini pesan buat Menpora, atau komisi tinju, saya harap rules (aturan) setelah kejadian ini harap diubah sedikit. Jadi jangan terlalu jorok, dari komisi tinju untuk memberikan izin pertandingan yang menurut saya pemeriksaan kesehatan sedikit saja. Hanya sekedar stetoskop dan pengecekan darah menurut saya itu tidak cukup," katanya.
Namun Armin juga sadar harus ada keringanan biaya tes MRI dan CT scan bagi atlet karena selama ini mereka terkadang tak sanggup membayarnya sendiri. Pasalnya antara biaya tes dengan penghasilan yang diterima tidak seimbang.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait