MALANG, iNews.id - Perajin keripik tempe di Malang kelimpungan pascapencabutan minyak goreng bersubsidi untuk Industri Kecil Menengah (IKM). Sebab, biaya operasional membengkak menyusul kenaikan harga minyak goreng yang cukup tinggi.
Ketua Paguyuban Sentra Keripik dan Tempe Sanan M Arif Sofyan Hadi mengatakan, penghentian minyak bersubsidi terjadi sejak 16 Maret lalu. Namun, dia tidak mengetahui alasan penghentian itu.
"Tahu-tahu pemberitahuannya jam 06.30 malam. Itu langsung kita dapat kabar bahwa minyak subsidi diberhentikan," ucap Sofyan Hadi, Senin (28/3/2022).
Menurutnya, selain dialokasikan pelaku pengerajin tempe dan keripik di Sanan, distribusi minyak goreng subsidi itu dialokasikan kepada pelaku IKM yang ada di luar Sanan, tetapi melalui proses verifikasi yang jelas dan ketat. Dimana setiap pelaku IKM harus mencantumkan foto dan didata terlebih dahulu.
"Kita yang dari luar wilayah Sanan ada datanya semua kalau memang IKM. Coba difoto, tempatnya untuk penggorengan kalau oke baru kita kasih. Jadi kita nggak sembarangan kita kasi orang. Memang ini khusus untuk IKM," katanya.
Sofyan menambahkan, biasanya dalam satu minggu pemerintah mengirimkan sebanyak dua sampai tiga kali pengiriman dengan jumlah besar, yang diperuntukkan untuk para pelaku IKM tempe dan keripik di Sanan. Dimana total ada sekitar 350 pelaku IKM yang biasanya membutuhkan minimal 15-16 kilogram minyak goreng.
"Kebijakan dari pemerintah kita nggak tahu dapat berapa pengiriman, ini katanya siap satu minggu tiga kilo oke. Rata-rata ambil yang kecil saja itu 1 jirigen 15 atau 16 kilogram itu yang minim," ucapnya.
"Sedangkan ini yang enam jirigen satu hari ada yang sampai delapan, ada yang lima. Memang bukan industri besar, .memang kita sentranya tapi semua home industri, saking banyaknya pengerajin kita membutuhkan minyak yang banyak," tambahnya.
Penghentian distribusi minyak goreng subsidi ini membuat para pelaku pengerajin tempe dan keripik terpaksa membeli minyak goreng nonsubsidi dengan harga yang mahal. Hal ini membuat keuntungan dari para pengerajin keripik dan tempe ini berkurang cukup drastis, bahkan beberapa di antaranya tak bisa balik modal dan merugi.
"Kita cari yang ada saja yang nonsubsidi, yang satu karton (harganya) Rp270.000-Rp260.000, kita ambil terpaksa. Dari keuntungan ya kita nggak dapat keuntungan cuma bisa makan untuk bertahan saja," katanya.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait