Nasrikah, Pendiri Persatuan Pekerja Rumah Tangga Indonesia Migran (Pertimig) Malaysia, menyampaikan persoalan pekerja migran melalui sambungan daring. Foto: iNews/Mahrus Sholih

Belum lagi, dia menambahkan, persoalan pra dan pascabekerja. Saat akan berangkat, biasanya calon pekerja migran akan dihadapkan pada jaringan perusahaan penyalur yang nakal. Ia mencontohkan, saat pemberangkatan ke Singapura, kala itu ia masih berusia 19 tahun. Padahal, standar penerimaan pekerja di negara tujuan minimal berumur 23 tahun. Mengakali hal itu, usianya pun dinaikkan.

“Bahkan ada teman saya yang dari Banyuwangi, saat itu usianya masih 16 tahun. Jadi ada pemalsuan data atau identitas. Waktu itu, saya belum tahu jika itu melanggar. Jadi, saya ikut saja alurnya,” ucapnya.

Kondisi serupa juga diutarakan Nasrikah, Pendiri Persatuan Pekerja Rumah Tangga Indonesia Migran (Pertimig) Malaysia. Melalui sambungan daring ia mengatakan, sampai kini para pekerja migran masih rentan menerima pelecehan dan pengabaian hak-hak, misalnya gaji tak terbayarkan. Terlebih, upah minimal bagi pembantu rumah tangga di negeri jiran itu dikecualikan dari upah minimum Malaysia sebesar 1.500 Ringgit atau sekitar Rp4.200.000.

“Sehingga kami tidak bisa fight. Belum lagi problem pekerja undokumen. Mereka ini sebenarnya adalah korban agensi. Sebagian juga ada yang kabur akibat menjadi korban kekerasan majikan dan pelecehan,” ujarnya.

Selain menyampaikan berbagai persoalan, masing-masing eks pekerja migran yang bersuara, juga menyampaikan unek-uneknya kepada pemerintah. Mereka berharap, ada perbaikan perlindungan yang berimbas terhadap meningkatnya kesejahteraan. Sejak sebelum pemberangkatan, saat penempatan dan bekerja di negara tujuan, sampai kembali ke kampung halaman.

Project Officer Migrant Care Jember Bambang Teguh Karyanto menjelaskan, inisiatif menjaring suara akar rumput pekerja migran ini agar menjadi catatan yang akan dibawa pada September nanti di puncak pertemuan pimpinan negara ASEAN. Misalnya, soal pemenuhan hak asasi manusia pekerja migran, masih adanya kekerasan, hingga jaminan ketenagakerjaan dan tata kelola migrasi yang masih jauh dari harapan.

“Kenapa itu penting? Karena Indonesia dan ASEAN khususnya, memiliki kesepakatan dan kesepahaman antarpimpinan negara, tapi seringkali implementasinya masih jauh dari harapan. Makanya, harus terus kita dorong,” pungkasnya.


Editor : Mahrus Sholih

Sebelumnya
Halaman :
1 2

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network