SURABAYA, iNews.id - Kehidupan asmara masyarakat di era Kerajaan Majapahit tampaknya terlihat berat. Peraturan asmara di hukum perkawinan ini pun telah diatur pada kitab undang-undang Kerajaan Majapahit yang dicantumkan pada Kakawin Nagarakretagama.
Di era Majapahit, seorang pria yang hendak melakukan perkawinan biasanya menyerahkan mahar atau tukon, enam bulan sebelum hari perkawinan yang ditentukan, yang telah ditetapkan. Hal ini dikutip dari buku "Tafsir Sejarah Negarakertagama" dari Prof. Slamet Muljana.
Penetapan ini dilakukan oleh orang tua perempuan dengan persetujuan orang tua pihak laki-laki. Tetapi jika orang tua perempuan tidak suka kepada calon menantunya, hal itu bisa dibatalkan. Namun bila ada kemungkinan suatu saat sang perempuan akan dibawa lari oleh laki-laki, maka undang-undang Kutara Manawa menjadi landasan hukumnya.
Pada Pasal 177 disebutkan lelaki yang sengaja melarikan perempuan pujaan hatinya dan menyembunyikan dan menjaganya, jika diketahui orang tua perempuan bapak si perempuan itu berhak langsung membunuh sang laki-laki itu. Namun jika keduanya kedapatan di tempat tertentu pada siang hari, bapak si perempuan tidak berhak membunuhnya.
Tetapi sang pemilik rumah yang ditempati dapat dikenakan denda dua laksa. Perkawinan dengan cara melarikan perempuan di masa Kerajaan Majapahit itu disebut perkawinan raksasa.
Editor : Nani Suherni
Artikel Terkait